(KLIKANGGARAN) – Putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman 4,5 tahun penjara kepada mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kemendag, menuai reaksi dari berbagai pihak.
Salah satunya datang dari mantan Hakim Agung RI 2011–2018, Gayus Lumbuun, yang menyoroti aspek pertanggungjawaban hukum dalam putusan tersebut.
Seperti diketahui, dalam amar putusan disebutkan bahwa Tom Lembong tidak memiliki mens rea (niat jahat), namun ia tetap dinyatakan bersalah dan dihukum penjara. Hal ini memicu diskusi di kalangan ahli hukum terkait penerapan prinsip keadilan dalam kasus yang tidak melibatkan niat jahat secara eksplisit.
Menanggapi hal ini, Gayus Lumbuun menjelaskan bahwa dalam hukum pidana, seseorang tetap bisa dimintai pertanggungjawaban meski tidak ada niat jahat yang menyertainya.
"Kalau kita melihat suatu kejadian, di dalamnya ada perbuatan dan keadaan. Keadaan, dengan tidak sadar pun kalau menimbulkan akibat, itu ada pertanggungjawaban hukum," ujar Gayus dalam program Rakyat Bersuara yang ditayangkan ulang melalui YouTube Official iNews, Selasa, 22 Juli 2025.
Ia kemudian memberikan contoh tentang kasus kecelakaan lalu lintas yang berujung kematian, di mana meskipun pelaku tidak bermaksud membunuh, kelalaian yang terbukti tetap menjeratnya secara hukum.
"Kita tidak punya niat untuk bunuh orang dengan apapun, misalnya mobil atau motor, tapi terjadi, kita tabrak dan mati (korban), tidak ada mens rea, kita tetap harus bertanggung jawab karena kekurang hati-hatian," jelas Gayus.
Menurut Gayus, penegakan hukum tidak bisa hanya berpatokan pada ada tidaknya niat jahat. Semua aspek harus diperhitungkan, termasuk akibat yang ditimbulkan dari tindakan pelaku dan sejauh mana tanggung jawab yang harus diambil.
"Kalau kita melihat suatu kejadian, di dalamnya ada perbuatan dan keadaan... kita tetap harus bertanggung jawab karena kekurang hati-hatian," tegasnya lagi, mengulang poin penting bahwa hukum juga mencakup kelalaian yang merugikan.
Putusan ini pun menjadi sorotan publik, khususnya dalam konteks pejabat publik yang mengemban tanggung jawab besar atas kebijakan yang berdampak pada hajat hidup orang banyak. Dalam hal ini, kelalaian administratif bisa bernilai pidana jika menyebabkan kerugian negara.**