Saya sudah tidak terkejut jika tiba-tiba ada wisatawan kesurupan atau mendadak sakit tanpa sebab. Bahkan lebih sering kesal.
Mengapa tata krama tidak dipakai? Kita bertamu di daerah baru, sewajarnya hormati adab dan budaya setempat.
Jika pembaca ingin bertanya, bungkak gading itu apa? Kalau di Jawa biasa disebut cengkir gading (buah kelapa muda, biasanya kecil dan berwarna kuning keemasan).
Setelah menunggu hampir satu jam, sebuah mobil sudah parkir di depan rumah. Ternyata berisi lima orang. Dan, yang kesurupan seorang pemuda yang cukup belia, kisaran usia dua puluh lima tahun.
Baca Juga: Shavkat Mirziyoyev Meraih Kemenangan dalam Pemilihan Presiden Uzbekistan
Saya lihat kondisinya sudah benar-benar tidak terkontrol, di dalam mobil tubuhnya bisa melenting ke belakang. Bola matanya sudah tidak terlihat, hanya tampak putihnya saja.
Pemuda ini, sebut saja namanya Andy. Harus digendong empat orang yang lain untuk bisa masuk ke dalam rumah.
“Tidurkan dilantai saja, jangan di sofa. Kasihan kalau terbanting,” kata saya.
Andy yang digeletakkan di lantai rumah saya, sebentar menggeram, sebentar teriak, sebentar mengangkat tubuhnya sendiri, lalu membanting diri. Mengerikan!
Sementara itu, saya menyalakan dupa dan menyiapkan ubo rampe yang lain. Saat aroma dupa mulai menguasai ruangan, suasana mistis semakin mencekam.
Baca Juga: Tidak Cermat dalam Evaluasi, PT Inhutani III Belum Terima Pendapatan Jasa Rp 11,2 Miliar
Latar belakang saya yang cenayang Jawa, maka saya gunakan cara Jawa untuk menolong Andy. Saya putar gending macopat, gending kuno kesukaan “Ibu” yang selama ini mendampingi saya.
Sementara saya duduk di samping Andy yang entah jiwanya sendiri berada di mana. Satu hal yang pasti, di dalam tubuhnya itu bukan dia, tapi entah siapa.
Saya nyalakan kretek dan mulai menghisap kretek di tangan saya dibarengi dengan aroma dupa dan gending Jawa kuno. Saya coba berkomunikasi dengan roh yang ada dalam tubuh Andy.