Rencana Pemerintah Pungut PPN Sekolah dan Sembako Menuai Berbagai Penolakan

photo author
- Sabtu, 12 Juni 2021 | 08:17 WIB
images (6)
images (6)


Jakarta,Klikanggaran.com - Diketahui, DPR RI dan Pemerintah tengah menggodok Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Salah satu poinnya adalah pengenaan Pajak Pertambahan Pendidikan (PPN) pada instansi pendidikan sebesar 5 persen.


Selain pendidikan yang sebelumnya terbebas dari PPN, 10 jenis jasa lainnya juga akan dikeluarkan dari kategori bebas PPN hingga hanya akan tersisa 6 jenis jasa yang bebas dari pajak tersebut. Diantara kelompok jasa lainnya yang juga akan dikenakan PPN, dengan adanya perubahan legislasi termasuk jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan dan jasa asuransi.


Dengan adanya wacana RUU KUP tersebut, menuai berbagai penolakan dari berbagai unsur. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), menolak rencana pemerintah untuk memungut PPN dari sekolah atau jasa pendidikan dan sembako. PBNU meminta pemerintah mencari formula lain untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak.


"Dalam pandangan kami, inisiatif pemerintah dalam hal upaya meningkatkan pajak namun melalui cara peningkatan PPN pendidikan dan sembako adalah tindakan yang tidak tepat, dan sebaiknya usulan ini dapat dicarikan formula lain yang lebih memungkinkan dan bijaksana," kata Sekjen PBNU, Helmy Faishal Zaini, melalui keterangan tertulis, Jumat (11-6).


Helmy menegaskan, bahwa salah satu amanat konstitusi RI adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh sampai menghambat akses warga terhadap pendidikan.


"Siapapun memiliki hak untuk dapat mengakses pendidikan. Maka, harapan bagi terwujudnya education for all (pendidikan untuk semua) adalah suatu keniscayaan," tegasnya.


Helmy lalu menyarankan pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam merumuskan kebijakan. Menurutnya, rencana menarik PPN termasuk dalam kategori yang memiliki dampak langsung pada masyarakat luas.


"Seharusnya pemerintah berpijak pada filosofi kemaslahatan rakyat. Dalam kaidah fikih disebutkan 'tashorruful Imam alā raiyyah manthun bil maslahah' (kebijakan seorang pemimpin harus didasarkan pada kemaslahatan bagi rakyat)," kata Helmi.


Secara terpisah, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), juga meminta pemerintah dan DPR RI untuk mengkaji ulang rencana memungut PPN pada sekolah melalui RUU KUP.


Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar PGRI, Dudung Abdul Qodir, mengatakan RUU ini tidak baik jika dilakukan pada kondisi pandemi Covid-19, ekonomi masyarakat akan semakin terbebani.


"Kondisi ekonomi sedang seperti ini, PGRI berharap pemerintah dan DPR anggota wakil rakyat yang terhormat untuk menunda sementara pemikiran beban pajak bagi lembaga pendidikan," kata Dudung, Jumat (11-6).


Menurutnya, pemerintah seharusnya membangkitkan ekonomi masyarakat yang sedang terpuruk akibat pandemi, bukan membebani masyarakat dengan menaikkan pajak apalagi menarik pajak dari sekolah.


"Jangan menambah masalah di saat ada masalah, yang hebat itu kalau ada masalah bagaimana kita menyelesaikan persoalan tanpa menambah masalah, bukan create the problem tapi solve the problem," tegasnya.


PGRI juga meminta pemerintah mempertimbangkan masukan dari stakeholder pendidikan seperti NU, Muhammadiyah, PGRI dan sebagainya terkait RUU KUP ini.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: M.J. Putra

Tags

Rekomendasi

Terkini

X