Wacana Revisi UU ITE

photo author
- Kamis, 18 Februari 2021 | 16:57 WIB
images (1)
images (1)

Dia memberi contoh, di dalam sebuah konten hoaks, misalnya, terdapat tersangka yang menyebarkan informasi bohong itu. Namun, hal ini sebenarnya mudah saja dibuktikan bahwa mereka ini bertindak sebagai korban, bukan bagian dari tim produksi dan penyebar.


Pedoman Kapolri


Anggota Badan Legislasi DPR RI, Christina Aryani, mengapresiasi Presiden Jokowi yang telah menangkap kegusaran publik atas sejumlah pasal dalam UU ITE.


Menurut dia, hal pertama yang perlu dilakukan adalah memberikan pedoman atas pelaksanaan pasal-pasal yang berpotensi multitafsir dalam UU ITE.


Dalam hal ini Kapolri perlu mengeluarkan pedoman guna mengurangi masuknya laporan yang bertujuan menggunakan pasal-pasal yang berpotensi multitafsir itu. Pedoman Kapolri dapat menjadi langkah awal sembari menanti revisi UU ITE.


Dia menilai apabila pedoman itu bisa mengeliminir persoalan multitafsir, maka revisi belum diperlukan. Sebaliknya, jika multitafsir masih saja terjadi, maka revisi UU ITE menjadi jalan keluar.


Apa yang disampaikan Christina Aryani memang benar, mengingat revisi UU ITE akan menyita waktu. Publik tidak boleh dibiarkan terombang-ambing oleh keberadaan pasal-pasal yang berpotensi multitafsir.


Pedoman berupa Peraturan Kapolri atau Surat Edaran Kapolri diperlukan sebagai langkah jangka pendek mencegah timbulnya ketidakadilan dalam penerapan UU ITE. *(Antara)


Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: M.J. Putra

Tags

Rekomendasi

Terkini

X