Bahayanya Restrukturisasi Kredit, Bos BCA: Kamuflase!

photo author
- Kamis, 11 Juni 2020 | 10:47 WIB
dirut bca
dirut bca


JAKARTA, Klikanggaran.com – Restrukturisasi kredit yang didorong oleh pemerintah akibat penyebaran pandemi Covid-19, dianggap menjadi sebuah kamuflase bagi kinerja industri perbankan.


Dalam Live Webinar Perbankan bersama LPS dan BCA yang digelar oleh Bisnis Indonesia, Rabu (10-6-2020), Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BCA), Jahja Setiaatmadja, mengatakan bahwa restrukturisasi akan membuat kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) tidak terlihat di dalam pembukuan, artinya menjadi berstatus lancar. Padahal, hal ini tidak lantas membuat kredit bermasalah benar-benar hilang.


Baca juga: Bukit Asam Bagikan Dividen Rp3,65 Triliun pada RUPST Tahun Buku 2019


Menurutnya, hal ini tidak baik. Oleh karena itu, secara internal perbankan, termasuk BCA, tetap melakukan pendalaman dengan mengecek kondisi nasabah satu per satu sebelum memberikan keringanan pembayaran kredit.


Baca juga: IPW: Calon Kapolri di Internal Kepolisian Mulai Ramai Diperbincangkan


“Sebagai perbankan, secara internal kami terpaksa dalami satu per satu keadaan nasabah, apakah masalah likuditas saja tapi kemudian bisa survive, atau ada masalah serius. Dampaknya bukan hanya likuditas mereka, tapi profitabilitas dan volume industri dan lain-lain, karena ini bersifat permanen,” tuturnya.


Guna menghindari efek yang lebih jangka panjang di kemudian hari, BCA tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan restrukturisasi kredit kepada debitur.


Selain itu, emiten bersandi BBCA ini tetap berupaya membentuk pencadangan secara normal dengan memperhitungkan jumlah nasabah yang kesulitan membayar pinjaman.


Lebih lanjut, Jahja mengatakan, BCA juga tetap berhati-hati dalam membentuk pencadangan. Pembentukan pencadangan ini juga diperkirakan akan mempengaruhi profitabilitas perseroan pada tahun ini.


Dia menyebutkan, BCA dan perbankan secara umum juga akan merevisi target kinerja dalam rencana bisnis bank (RBB) pada pertengahan tahun 2020. Pasalnya, saat RBB dirancang pada periode Agustus – Oktober 2019, belum ada perkiraan tentang merebaknya pandemi Covid-19.


“Untuk RBB, pasti [diubah]. Waktu bikin RBB kami tidak ada berpikir bakal ada Covid-19, hanya rencana dengan kondisi cabang normal. Dengan kondisi ini, kami pasti harus revisi RBB, karena tidak mungkin memenuhi RBB yang kita berikan ke OJK.”


Baca juga: CBA: Dana Haji Dana Fitnah!


Sebelumnya, dalam beberapa kali kesempatan, Jahja menyebutkan pertumbuhan kredit secara industri perbankan pada tahun ini kemungkinan akan sebesar 6%. Namun, BCA tetap optimistis mampu mencapai target pertumbuhan kredit sebesar 5% hingga 7%.


Sementara itu, data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan hingga 2 Juni 2020 telah dilakukan restrukturisasi pada 5,94 juta debitur dengan nilai Rp609,07 triliun.

Realisasi restrurkturisasi tersebut dilakukan oleh 99 bank umum konvensional maupun syariah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4,96 juta debitur merupakan sektor UMKM dengan nilai restrukturisasi Rp282,64 triliun.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tim Berita

Tags

Rekomendasi

Terkini

X