Jakarta, Klikanggaran.com (10-06-2019) - Beberapa hari terakhir, media sosial diramaikan dengan isu anggaran mudik gratis yang diselenggaran Pemprov DKI Jakarta. Anggaran Rp 14 mililar untuk mudik gratis itu diperdebatkan. Pasalnya, jika anggaran sebesar itu dibagi dengan jumlah 300-an bus atau jumlah pemudik sebanyak 17.427 orang, maka biaya untuk satu orang pemudik mencapai Rp823.500.
Untuk diketahui, pelaksanaan mudik gratis yang digelar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta dengan anggaran sebesar Rp 14 miliar.
Namun, kucuran anggaran yang menelan jumlah luar biasa tersebut mengundang problematika di ruang publik, karena hanya dengan alasan alokasi anggaran tersebut sangat tepat jika mengingat peserta mudik diprioritaskan merupakan warga DKI Jakarta yang bertempat tinggal di rumah susun (rusun). Selebihnya, peserta mudik adalah warga yang tersebar di seluruh pelosok ibukota.
Berbeda dengan tahun sebelumnya yang masih dikelola swasta, kegiatan bertajuk Jakarta Mudik Bersama tahun ini merupakan kebijakan Pemprov DKI Jakarta, memberikan fasilitas mudik bagi warga Jakarta. Dalam melaksanakan kegiatan ini, Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya. Hal semacam ini perlu dijadikan sorotan serius, seharusnya Pemprov DKI Jakarta bisa merealisasikan anggaran dengan tepat tak hanya berpanutan kepada segelintir orang yang menghabiskan seketika saja.
Pemprov DKI Jakarta dinilai publik seakan tebang pilih dalam mengambil kebijakan, entah pemikiran seperti apa yang merujuk inisiatif dalam mengambil program mudik gratis. Sebab seharusnya hal tersebut dievaluasi, mengingat kebijakan yang kontra produktif tersebut seakan miskin kreatifitas.
Tak hanya itu, bentuk eksploitasi sumber dana rakyat oleh Pemprov DKI Jakarta tanpa adanya pengawasan dari pihak legislatif maupun yudikatif, bisa-bisanya menggarkan biaya mudik gratis yang luar biasa fantastis.
Publik mengimbau agar Pemprov DKI Jakarta harus koreksi ulang agar tidak menjadi polemik dalam mengambil kebijakan. Seharusnya di tengah-tengah gencarnya melakukan pembangunan, ada baiknya anggaran tersebut bisa direalisasikan dalam memenuhi kebutuhan pelayanan publik dan menciptakan iklim investasi. Tak luput perhatian juga, legislatif dituntut bukan hanya sebagai mitra strategis, namun harus melakukan pengawasan secara kritis dalam memantau kinerja anggaran.