kebijakan

Wariskan Proyek Whoosh dengan Utang Ratusan Triliun, Jokowi: Transportasi Umum Diukur dari Manfaat Sosial, Bukan Laba

Senin, 27 Oktober 2025 | 21:49 WIB
Jokowi sebut Whoosh beri manfaat untuk kondisi sosial. ((Instagram/jokowi))


(KLIKANGGARAN) — Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), akhirnya menanggapi polemik yang tengah menyelimuti proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh. Proyek kerja sama Indonesia–China di bawah PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) itu kini tengah menghadapi beban utang yang mencapai Rp116 triliun, dan hingga kini belum ditemukan skema penyelesaiannya.

Rencana pelunasan utang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pun tertutup setelah Menteri Keuangan Purbaya menegaskan tidak akan menggunakan dana negara untuk menutup defisit proyek tersebut.

Jokowi: Whoosh Jawaban atas Kemacetan Jabodetabek–Bandung

Jokowi menjelaskan, pembangunan proyek Whoosh sejak awal dirancang untuk menjawab persoalan klasik kemacetan yang melanda wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) hingga Bandung.

Baca Juga: Ribuan Pelajar Padati Kompleks Makam Datuk Pattimang, Kenang Sejarah Masuknya Islam di Tana Luwu

“Kita harus tahu masalahnya dulu. Di Jakarta itu kemacetannya sudah parah, sejak 20–40 tahun lalu, Jabodetabek juga kemacetannya parah, termasuk Bandung juga,” kata Jokowi saat ditemui wartawan di Mangkubumen, Solo, Jawa Tengah, Senin (27/10/2025).

Menurut Jokowi, kemacetan tersebut menimbulkan kerugian ekonomi yang luar biasa bagi negara.

“Dari kemacetan itu, negara rugi secara itung-itungan kalau di Jakarta saja kira-kira Rp65 triliun per tahun. Kalau Jabodetabek plis Bandung, kira-kira sudah di atas Rp100 triliun per tahun,” jelasnya.

Untuk itu, pemerintah membangun berbagai moda transportasi publik seperti MRT, LRT, KRL, kereta bandara, dan kereta cepat agar masyarakat mulai berpindah dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.

“Agar masyarakat berpindah dari transportasi pribadi ke kereta cepat, MRT, LRT, kereta bandara, KRL dan kerugian itu bisa terkurangi dengan baik,” tambahnya.

Transportasi Umum Bukan Soal Laba

Baca Juga: Fajar/Fikri Runner-Up French Open 2025, Ini Besarnya Hadiah yang Mereka Terima

Jokowi juga menekankan bahwa proyek transportasi publik tidak semestinya dinilai dari aspek keuntungan finansial semata, melainkan dari manfaat sosial yang ditimbulkannya.

“Transportasi massa, transportasi umum itu tidak diukur dari laba tapi diukur dari keuntungan sosial. Social return of investment, misalnya pengurangan emisi karbon, produktivitas masyarakat lebih baik, polusi berkurang, waktu tempuh yang bisa lebih cepat,” paparnya.
“Di situlah keuntungan sosial yang didapatkan dari pembangunan transportasi massal,” imbuhnya.

Ia menambahkan, subsidi yang diberikan untuk proyek transportasi publik bukanlah bentuk kerugian, melainkan investasi jangka panjang.

Halaman:

Tags

Terkini