(KLIKANGGARAN) – Kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyalurkan dana Rp200 triliun ke bank Himbara memantik perhatian publik dan lembaga antikorupsi.
Dalam rapat perdananya bersama Komisi XI DPR RI di Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/9/2025), Purbaya menyampaikan bahwa dana pemerintah di Bank Indonesia dialihkan ke lima bank Himbara: Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, dan BSI.
Adapun rinciannya, Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing menerima Rp55 triliun, BTN memperoleh Rp25 triliun, serta BSI Rp10 triliun. Dana itu sudah disalurkan sejak Jumat (12/9/2025).
Baca Juga: Siswa MA DDI Masamba Sukses Juara I Lomba Fisika Olimpiade Madrasah Indonesia Tingkat Kabupaten
KPK Ingatkan Risiko Kredit Fiktif
Langkah tersebut mendapat sorotan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan kebijakan itu perlu diawasi ketat karena nilai yang dikucurkan sangat besar.
“Baru-baru ini pemerintah melalui Menteri Keuangan itu sudah mengucurkan dana sebesar Rp200 triliun yang selama ini tersimpan di Bank Indonesia kepada bank-bank Himbara,” kata Asep di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (18/9/2025).
Menurutnya, di satu sisi, kebijakan itu bisa mendukung kredit perbankan dan menggerakkan ekonomi mikro. Namun, ia juga menyoroti potensi penyalahgunaan.
“Sisi negatifnya tentunya ada potensi-potensi tindak pidana korupsi seperti yang terjadi di Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha, kreditnya kemudian macet karena memang ini kreditnya kredit fiktif,” imbuh Asep.
Ia memastikan KPK akan memperkuat pengawasan agar program stimulus ekonomi berjalan sesuai tujuan.
“Sehingga stimulus ekonomi ini bisa berjalan dengan baik dan memberikan efek positif bagi ekonomi masyarakat,” pungkasnya.
Respons Tegas Menkeu Purbaya
Sehari setelah pernyataan KPK, Menkeu Purbaya menegaskan bahwa kemungkinan kredit fiktif memang ada, tetapi tanggung jawab sepenuhnya ada di pihak bank.