KLIKANGGARAN -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyampaikan penolakan penggunaan dana BOS Afirmasi sebagai dana untuk program makan siang gratis.
Ada beberapa dasar penolakan dan rekomendasi yang diberikan oleh FSGI.
Pertama, menurut FSGI, BOS Afirmasi selama ini hanya diberikan pada sekolah-sekolah tertentu, misalnya sekolah yang berada di wilayah tertinggal, meskipun tidak berada di daerah tertinggal, memang ada sejumlah sekolah yang mendapatkan BOS Afirmasi, namun jumlah yang mendapatkan BOS Afirmasi hanya sedikit sekolah.
Adapun besaran Jumlah BOS Afirmasi biasanya hanya puluhan juta, jarang yang mencapai ratusan juta, mungkin kisaran umumnya hanya kurang lebih Rp 100 juta per tahun. Apakah anggaran sebesar itu cukup membiayai makan siang gratis selama satu tahun? Lalu, bagaimana dengan sekolah yang tidak mendapatkan BOS Afirmasi, akan menggunakan anggaran dari mana untuk makan siang gratis di sekolahnya?
Selain itu, kata FSGI, jumlah dana BOS yang dikelola sekolah sangat bergantung pada jumlah peserta didiknya, makin banyak peserta didik, maka makin besar jumlah dana BOS yang diterima sekolah. Begitupun sebaliknya, makin sedikit jumlah peserta didik, maka makin kecil pula dana yang diterima. Selain itu, Dana BOS yang selama ini di Kelola sekolah juga masih perlu ditambah.
Jika dana BOS yang diterima besar, maka layanan Pendidikan dapat berjalan baik, namun jika Dana BOS digunakan untuk makan siang gratis maka dapat dipastikan jumlah yang diterima sekolah saat ini pastilah tidak cukup, bahkan sekolah bisa tidak dapat membeli ATK, membayar Listrik, air, guru honor, dll karena habis buat makan siang gratis. Saat ini Dana BOS untuk setiap jenjang Pendidikan rata-rata kisarannya adalah sebesar :
-Jenjang PAUD sebesar Rp 700 ribu/anak/tahun;
-Jenjang SD sebesar Rp 900 ribu/anak/tahun
-Jenjang SMP sebesar Rp 1,1 juta/anak/tahun
-Jenjang SMA sebesar Rp 1,5 juta/anak/tahun
-Jenjang SMK sebesar Rp 1,6 juta/anak/tahun
-Jenjang SLB sebesar Rp 3,5 juta/anak/tahun
Total Dana BOS yang digelontorkan pemerintah Indonesia ke sekolah-sekolah saat ini hanya Rp 59,08 T/tahun, sementara anggaran maksi gratis mencapai Rp 450T/tahun. Jadi tidak mungkin Dana BOS yang saat ini di gelontorkan akan digunakan untuk membiaya maksi gratis, karena itu berarti menghentikan layanan Pendidikan.
Ketiga, dari hasil kajian Pisa (Desember 2023), Indonesia tidak termasuk negara yang anak-anaknya mengalami kekurangan makan, terutama anak Indonesia yang sedang bersekolah di semua jenjang Pendidikan saat ini tidak termasuk yang mengalami kekurangan makan.
Selain itu, Orangtua yang lebih paham makanan kesukaan anaknya dan dapat memasak sendiri sehingga lebih bersih, bergizi dan sehat. Program maksi gratis dengan dengan menu yang disamaratakan, pasti sangat sulit diterima anak dengan beragam alasan, seperti tidak suka, alergi makanan tertentu, dll. Bisa-bisa maksi gratis itu tidak dimakan oleh anak, kemungkinan dibuang dan mubazirlah uang negara.
Keempat, FSGI menyampaikan,jika anggaran maksi gratis dibebankan pada dana BOS, baik itu BOS Reguler, BOS Kinerja, maupun BOS Afirmasi, maka pembiayaan Pendidikan akan tergerus, Pendidikan berkualitas tidak akan tercapai.
Rekomendasi
1. FSGI mendorong Pemerintahan yang baru nanti melakukan kajian akademik untuk memetakan sekolah mana di suatu daerah yang memang peserta didiknya membutuhkan program makan siang gratis. Misalnya, di daerah tertinggal. Namun dengan catatan, anggarannya tidak menggunakan Dana BOS. Baik BOS Reguler, BOS Kinerja/Prestasi maupun BOS Afirmasi.
2. FSGI mendorong Pemerintahan yang baru melaksanakan amanat Konstitusi yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, FSGI mendorong pemerintah sungguh-sungguh membangun Pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan.
Jangan sampai negara justru terkesan hendak menggunakan teori Shang Yang tentang tujuan utama dari negara adalah satu pemerintahan yang berkuasa penuh terhadap rakyat dengan jalan melemahkan dan membodohkan rakyat. Teori ini didasarkan atas pendapat bahwa menurut Lord Shang pada setiap negara selalu terdapat dua subjek yang saling berhadapan dan saling bertentangan, yaitu pemerintahdan rakyat, artinya kalau rakyat yang kuat, kaya dan pintar, maka negara akan lemah, sedangkan sebaliknya bila rakyat lemah, bodoh dan miskin, negara akan kuat.
3. FSGI mendorong Pemerintahan yang baru untuk membuka akses yang lebih luas untuk anak Indonesia bersekolah dijenjang yang lebih tinggi, mengingat Angkatan kerja Indonesia saat ini didominasi lebih dari 50% lulusan SD dan SMP. Minimnya SMP, SMA dan SMKN dihampir seluruh wilayah Indonesia mengakibatkan munculnya berbagai masalah ketika Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Anggaran ratusan trilyun untuk maksi gratis lebih baik digunakan untuk membangun SMA dan SMK Negeri serta menambah guru.
Artikel Terkait
Sayangkan Keputusan MK Memperbolehkan Kampanye Di Lembaga Pendidikan dan Lembaga Pemerintah, Ini Kata FSGI
Inilah 6 Rekomendasi FSGI Atas Kekerasan terhadap Guru yanng Dilakukan Siswa Di Demak
Terkait 50% Perundugnan Terjadi di Jenjang SMP, FSGI Rilis Data Perundungan Di Satuan Pendidikan
Catatan Tahun 2023 FSGI: Meningkatnya Kasus Perundungan di Sekolah, Masalah Kesehatan Mental Peserta Didik, Sampai Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila
Arya Wedakarna Tegur Guru di Depan Murid-muridnya, Begini Respons FSGI
FSGI: Presiden Sampai Jajaran Dinas Pendidikan Di Daerah Harus Jadi Role Model Pendidikan Politik Bagi Peserta Didik
FSGI Apresiasi Keputusan Bawaslu Medan Soal Pelanggaran Netralitas ASN dan Dorong Komisi ASN Kenakan Sanksi Administratif