(Klikanggaran)--Penjabat pemimpin kelompok oposisi terbesar Mesir, Ikhwanul Muslimin, ditangkap pada hari Jumat setelah tujuh tahun spekulasi tentang keberadaannya, Kementerian Dalam Negeri Mesir mengumumkan.
Menurut pernyataan kementerian yang dikutip oleh media lokal, Mahmoud Ezzat ditangkap di sebuah apartemen di lingkungan Kairo Baru di timur ibukota "setelah memantau pergerakannya sebentar".
Selama penggeledahan apartemen, pasukan keamanan menemukan "sejumlah komputer, ponsel dengan program terenkripsi untuk mengamankan komunikasi dan manajemen para pemimpin dan anggota organisasi di dalam dan di luar negeri," bunyi pernyataan itu.
Ezzat adalah salah satu dari beberapa pemimpin Ikhwan dan pengunjuk rasa anti-pemerintah yang telah dijatuhi hukuman mati sejak 2013.
Dia menghadapi banyak hukuman mati yang dikeluarkan secara in absentia, serta hukuman penjara seumur hidup atas berbagai tuduhan, termasuk spionase dan kepemimpinan kelompok yang melanggar hukum. Menurut hukum Mesir, mereka yang divonis in absentia akan diadili ulang setelah ditangkap.
Masih belum jelas siapa yang akan bertindak sebagai pemimpin Ikhawanul Muslimin setelah penahanan Ezzat.
Sebuah pernyataan oleh kelompok itu pada Jumat malam menyatakan pemerintah bertanggung jawab atas nyawa Ezzat, dengan mengatakan dia menderita sejumlah penyakit kronis.
"Menyiksa dia karena penyakit kronis dan usianya yang sudah lanjut akan sama dengan pembunuhan yang disengaja dan di luar hukum," sebuah pernyataan oleh kelompok itu.
Tindakan keras terhadap para pemimpin Ikhwanul Muslimin
Beberapa pemimpin Ikhwanul Muslimin telah tewas dalam tahanan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk mendiang Presiden Mohamed Morsi dan mantan anggota parlemen Essam El-Erian. Kelompok hak asasi mengatakan kematian mereka kemungkinan besar karena kelalaian medis dan kondisi buruk di penjara.
Ezzat, 76, telah menjabat sebagai penjabat pemandu umum (ketua) Ikhwanul Muslimin sejak penangkapan pemimpin paling senior kelompok itu, Mohamed Badie, menyusul kudeta militer tahun 2013 yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Abdel Fattah el-Sisi.
Sisi, sekarang presiden Mesir, menggulingkan pendahulunya yang terpilih secara demokratis, anggota Ikhwanul Muslimin Mohamed Morsi, pada Juli 2013. Sejak itu, mantan jenderal angkatan darat itu telah memimpin tindakan keras terhadap para pemimpin dan pendukung Ikhwanul Muslimin, serta kelompok oposisi sekuler yang mengkritik pemerintahannya.
Human Rights Watch memperkirakan lebih dari 60.000 tahanan politik mendekam di penjara sejak Sisi menjadi presiden pada 2014, sementara banyak lainnya tinggal di pengasingan karena takut akan pembalasan di rumah.
Sumber: Middle East Eye