“Presiden harus diingatkan, jangan hanya memilih Timsel yang bisa menyenangkan dirinya sendiri, tapi harus yang bisa menyenangkan rakyat Indonesia,” ujar Adhe.
Tidak harus semua rakyat menurutnya, tapi minimal orang-orang yang bisa melihat potensi yang ada di masyarakat. Tokoh-tokoh organisasi kemasyarakatan harus dilibatkan, karena mereka yang selama ini berhadapan langsung dengan rakyat dan memahami keinginan rakyat yang sebenarnya.
“Jangan hanya orang itu lagi, itu lagi, yang cenderung elitis. Banyak tokoh yang mumpuni, moralitasnya masih terjaga, yang ada di ormas dan mampu menjadi Timsel,” tandas Adhe lagi.
Adhe menekankan bahwa keterwakilan ini menjadi penting, di samping juga harus tetap melihat kapasitas, Integritas, dan kualitas. Seyogyanya, presiden meng-evaluasi keputusannya dan memperbaikinya sebelum jauh melangkah dan menghasilkan hal-hal yang merugikan rakyat Indonesia sebagai pemegang saham sah Negeri ini.
“Untuk Indonesia lebih baik, bermartabat sebagai sebuah Bangsa. Salam Demokrasi,” pungkasnya.
Pendapat-pendapat di atas juga didukung oleh tulisan Anggota FPKB DPR RI, Wakil Ketua Komisi II, H.M. Lukman Edy yang mengatakan bahwa Pansel KPU ini cacat hukum. Pengangkatan Valina Singka Subekti sebagai anggota Tim Seleksi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2017-2022 dianggapnya melanggar UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu, khususnya di pasal 12 ayat 3 yang berbunyi ‘Tim Seleksi KPU dan Bawaslu berasal dari unsur pemerintah dan masyarakat’ dan Ketentuan Umum pasal 1 ayat 22 yang menyebutkan DKPP adalah merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu bersama KPU dan Bawaslu.