Mahfud juga menyoroti posisi Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam perdebatan publik mengenai keaslian ijazah Presiden Jokowi.
Menurutnya, UGM cukup memberikan klarifikasi administratif secara formal tanpa ikut dalam polemik yang bersifat politik atau opini publik.
“UGM cukup menjelaskan, pada tahun (1985) telah mengeluarkan ijazah resmi kepada orang bernama Joko Widodo, titik,” ujar Mahfud.
“Tidak usah menjelaskan apakah yang sekarang diributkan di luar itu asli atau tidak, UGM gak usah ikut-ikut,” sambungnya.
Ia menilai sikap UGM yang tidak terlibat lebih jauh merupakan keputusan yang tepat, baik secara hukum maupun etika kelembagaan.
“Persoalan yang sudah masuk ranah hukum seharusnya diserahkan ke mekanisme peradilan, bukan ke perdebatan opini publik,” tegasnya.
Mahfud: Tegakkan Prosedur Hukum yang Proporsional
Mahfud MD menegaskan pentingnya penegakan hukum yang adil dan proporsional, tanpa mendahului proses pembuktian substansial.
Ia mengingatkan agar aparat penegak hukum berhati-hati dalam menangani perkara yang menyangkut hak warga negara untuk berpendapat.
Menurut Mahfud, keaslian ijazah Presiden Jokowi adalah kunci utama yang harus dibuktikan terlebih dahulu sebelum kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Roy Suryo bisa diputuskan secara sah.**
Artikel Terkait
Dua Profesor FSRD ITB “Jual Ijazah Palsu” di Pasar Seni, Pengunjung Bisa Langsung Wisuda
Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Jokowi, Polda Metro Tetapkan 8 Tersangka dan Sita 723 Barang Bukti Termasuk Ijazah Asli
Kasus Ijazah Palsu Jokowi, Polisi Bagi 8 Tersangka ke Dua Klaster: Diusut Berdasarkan Peran dan Pertanggungjawaban Hukumnya
Jadi Tersangka Kasus Ijazah Jokowi, Dokter Tifa Buka Suara: Saya Siap Lahir dan Batin Perjuangkan Kebenaran