KLIKANGGARAN - Gubernur Suryo merupakan gubernur pertama Jawa Timur. Nama lengkap beliau adalah Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo.
Gubernur Suryo adalah satu dari beberapa tokoh yang ikut ambil bagian dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, bersama KH. Hasyim Asj’ari, Bung Tomo, dan Moestopo.
Gubernur Suryo lahir di Magetan, Jawa Timur pada tanggal 9 Juli 1898. Beliau wafat pada 10 September 1948 oleh keganasan PKI di Madiun. Saat itu Gubernur Suryo dalam suatu perjalanan.
Sampai di Desa Bogo Kedunggalar, Ngawi, mobil Gubernur Suryo dicegat oleh gerombolan anggota PKI yang dipimpin Maladi Yusuf. Mereka disuruh turun dan dibawa ke Hutan Sonde, kemudian dibunuh secara kejam.
Baca Juga: Istri Penyuluh Agama Disiram Air Mendidih oleh Suaminya
Empat hari kemudian, jenazah Gubernur Suryo ditemukan oleh penduduk di sekitar Kali Kakah Dukuh Ngandu, Desa Bangunrejo Lor Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Masyarakat kemudian melapor, dan diteruskan hingga ke Bupati Madiun yang merupakan sepupu Suryo, Kusnendar. Dari Kusnendar, berita kematian Suryo menyebar dengan cepat.
Adapun pesan Gubernur Suryo yang masih kita ingat yakni, "Berulang-ulang telah kita katakan, bahwa sikap kita ialah lebih baik hancur daripada dijajah kembali” demikian pidato Gubernur Suryo di radio menjelang pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Di mana, Pada tanggal 10 November 1945 terjadi pertempuran di Surabaya yang merupakan pertempuran besar antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Inggris. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Baca Juga: ASPEK Indonesia: Copot Menteri yang Terkait Bisnis PCR di Tengah Pandemi!
Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby (Pimpinan Tentara Inggris untuk Jawa Timur) pada 30 Oktober 1945.
Kematian Jendral Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby yaitu Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh mengeluarkan Ultimatum 10 November 1945 yang meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA serta ancaman akan menggempur kota Surabaya dari darat, laut, dan udara.
Apabila orang orang Indonesia tidak mentaati perintah Inggris. Mereka juga mengeluarkan instruksi yang isinya bahwa semua pimpinan bangsa Indonesia dan para pemuda di Surabaya harus datang selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945, Pukul 06.00 pagi pada tempat yang telah ditentukan.
Namun, ultimatum itu tidak ditaati oleh rakyat Surabaya, sehingga terjadilah pertempuran Surabaya yang sangat dahsyat pada tanggal 10 November 1945, selama lebih kurang tiga minggu lamanya.
Baca Juga: Kenali Sejarah, Mengapa Tanggal 10 November Diperingati sebagai Hari Pahlawan?
Medan perang Surabaya kemudian mendapat julukan “neraka” karena kerugian yang disebabkan tidaklah sedikit. Pertempuran tersebut telah mengakibatkan sekitar 20.000 rakyat Surabaya menjadi korban, sebagian besar adalah warga sipil.
Artikel Terkait
Seratus Pelajar Papua Ikuti Lomba Hari Pahlawan Nasional
Cerita Anak: Hari Pahlawan Adalah Hariku
Mengenal Logo Hari Pahlawan 2021, Ada Buku di Logo, Apa Makna Filosofisnya?
Sambut Hari Pahlawan, Daop 5 Bagikan 785 Voucher Tiket Gratis bagi Guru, Nakes, dan Veteran
Hari Pahlawan, 10 November: Pesan Penting Para Pahlawan Nasional untuk Kita Renungkan
Ini Tema Hari Pahlawan 2021, Serta Agenda Peringatan di Tingkat Pusat dan Daerah
Kenali Sejarah, Mengapa Tanggal 10 November Diperingati sebagai Hari Pahlawan?