Roy juga meminta publik agar tetap tenang dan menunggu proses hukum berjalan secara objektif.
“Kami tetap menghormati semua ini, tapi sebaiknya masyarakat juga menunggu prosesnya,” tambahnya.
Menurut Roy, status tersangka bukan akhir dari perjuangan, melainkan bagian dari proses hukum yang harus dijalani.
“Status TSK (tersangka) itu masih harus kita hormati dan sikap saya itu senyum saja. Itu adalah salah satu proses, misal lanjut itu baru menjadi terdakwa. Lanjut lagi jadi terpidana,” sambungnya.
Polisi Jelaskan Pembagian Klaster Tersangka
Sementara itu, Polda Metro Jaya sebelumnya telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini, termasuk dokter Tifa dan Roy Suryo.
Mereka dibagi dalam dua klaster berbeda berdasarkan peran hukum yang teridentifikasi selama penyidikan.
Baca Juga: Ciptakan Lapangan Kerja Seluas-luasnya, Pemda Luwu Utara Rancang Pengembangan Komoditas Unggulan
Kelima orang di klaster pertama berinisial ES, KTR, MRF, RE, dan DHL, dijerat dengan Pasal 310, Pasal 311, Pasal 160 KUHP, serta Pasal 27a juncto Pasal 45 ayat 4 dan Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45a ayat 2 UU ITE.
Sementara di klaster kedua, terdapat tiga tersangka lainnya yakni RS, RHS, dan TT, yang dikenakan pasal tambahan terkait pemalsuan dan manipulasi data elektronik.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Iman Imanuddin, menegaskan bahwa klasifikasi dua klaster ini dilakukan sesuai peran hukum masing-masing tersangka.
“Itu sesuai dengan apa yang dilakukan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh masing-masing tersangka, sehingga ini akan menentukan pertanggungjawaban hukum seperti apa yang harus dihadapi oleh tersangka,” ujar Iman saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jumat (7/11/2025).
Dengan pernyataan terbukanya, dokter Tifa kini menjadi simbol baru dalam perdebatan publik antara kebebasan berekspresi dan batas hukum dalam penelitian dokumen publik.
Kasus ini pun diperkirakan akan menjadi salah satu perkara dengan sorotan paling tinggi di akhir tahun 2025.**