peristiwa-ibu-kota

Uji Materi UU Hak Keuangan di MK: Pemohon Soroti Hak Pensiun Anggota DPR dan Ketimpangan dengan Guru Honorer

Jumat, 10 Oktober 2025 | 21:11 WIB
Mahkamah Konstitusi memeriksa uji materi UU 12/1980 soal hak pensiun anggota DPR yang dinilai tidak adil dan membebani keuangan negara. (MK)

(KLIKANGGARAN) – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan perkara Nomor 176/PUU-XXIII/2025 terkait pengujian materiil Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara terhadap UUD 1945, pada Jumat, 10 Oktober 2025.

Permohonan ini diajukan oleh Lita Linggayani Gading sebagai Pemohon I dan Syamsul Jahidin sebagai Pemohon II. Keduanya meminta MK meninjau konstitusionalitas Pasal 1 huruf a, Pasal 1 huruf f, dan Pasal 12 ayat (1) UU 12/1980 yang mengatur soal lembaga tinggi negara dan hak pensiun bagi anggota lembaga tersebut.

Baca Juga: Inilah Alasan 6 Atlet Israel Dibatalkan Tampil di Kejuaraan Dunia Senam Jakarta 2025, Pemerintah Tegaskan Sikap Politik Luar Negeri

Lita, seorang doktor psikologi dan pengamat kebijakan publik, menilai ketentuan dalam pasal-pasal tersebut membuka peluang banyak artis menjadi anggota DPR tanpa keahlian dan kompetensi yang memadai. Akibatnya, kinerja DPR dianggap tidak maksimal, sehingga pajak rakyat tidak digunakan secara efektif.

Sementara itu, Syamsul Jahidin—seorang advokat dan mahasiswa hukum—mempermasalahkan ketimpangan pemberian hak pensiun kepada anggota DPR yang dinilai tidak sebanding dengan nasib guru honorer di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) yang justru dianggap sebagai beban anggaran. Ia menilai kebijakan tersebut tidak adil dan mengganggu pengelolaan pajak yang seharusnya digunakan untuk kemakmuran rakyat.

Baca Juga: BGN Gandeng 5.000 Chef Profesional ICA untuk Kawal Keamanan dan Kualitas Gizi Program Makan Bergizi Gratis Nasional

Para pemohon juga menyoroti tidak adanya kepastian hukum dan batasan jelas dalam pasal-pasal UU tersebut, yang memungkinkan anggota DPR menerima pensiun seumur hidup bahkan dapat diwariskan, meski masa jabatan hanya lima tahun. Kondisi ini dianggap bertentangan dengan prinsip keadilan dan asas negara hukum.

Melalui permohonannya, Lita dan Syamsul meminta MK menyatakan pasal-pasal tersebut bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945, serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat kecuali dimaknai secara terbatas hanya untuk lembaga tinggi negara tertentu, dan hak pensiun tidak berlaku bagi anggota DPR yang berhenti dengan hormat.

Baca Juga: Usai Evakuasi Rampung, Polda Jatim Naikkan Status Kasus Ambruknya Ponpes Al Khoziny ke Tahap Penyidikan

Seluruh informasi perkara dan jalannya persidangan dapat diakses melalui laman resmi MK di www.mkri.id**
.

Tags

Terkini