(KLIKANGGARAN) – Sebanyak 64 anak di bawah 18 tahun kini berstatus tersangka akibat terlibat dalam aksi demonstrasi yang berujung kericuhan di sejumlah wilayah Jawa Timur (Jatim) pada akhir Agustus 2025. Jumlah ini sontak menarik perhatian publik karena menyangkut kelompok usia belia.
Wakil Gubernur (Wagub) Jatim, Emil Dardak menegaskan bahwa penetapan status hukum tersebut dilakukan dengan penuh pertimbangan.
Ia menyebut aparat penegak hukum telah memilah secara ketat sebelum mengambil keputusan.
“64 di antaranya masih berusia di bawah 18 tahun. Pertanyaannya, kita belum lama ini melihat lebih dari 50 anak dikembalikan ke orang tua. Kenapa ada yang sekarang berstatus tersangka? Kami meyakini aparat penegak hukum telah melakukan pemilahan yang sangat-sangat saksama,” ujar Emil di Kantor Gubernur Jatim, Kamis, 11 September 2025.
Menurut Emil, sebagian besar kasus anak berhadapan hukum (ABH) telah diselesaikan dengan pendekatan restorative justice.
Namun, tidak semua bisa dihentikan di tahap itu karena terdapat kasus dengan tingkat keterlibatan dan potensi anarkisme yang dinilai serius.
“Meskipun di bawah 18 tahun, kita harus memastikan kepentingan masyarakat tetap terpenuhi. Ada anak-anak yang tingkat keterlibatan dan potensi anarkistisnya dinilai tinggi sehingga perlu proses hukum,” jelasnya.
Ia menekankan, peradilan anak berbeda dengan peradilan orang dewasa. Fokus utama bukan hanya pada hukuman, melainkan pembinaan agar anak-anak bisa memperbaiki diri.
“Karena di bawah 18 tahun mereka masih usia anak, proses peradilan pidana anak ini berbeda dengan dewasa. Konsepnya adalah bagaimana membina mereka agar menjadi individu yang lebih baik di depannya,” kata Emil.
Emil juga menyinggung hasil kunjungannya ke lembaga pemasyarakatan anak di Jatim. Ia menilai sistem yang ada memang dirancang dengan pendekatan edukatif.
Baca Juga: MUI Tak Boleh “Berselingkuh” dengan Kekuasaan
“Konsepnya bukan sekadar menghukum, tapi membina. Itu yang kami lihat langsung saat mengunjungi lembaga pemasyarakatan anak,” tambahnya.