JAKARTA, Klikanggaran.com--Pandemi Covid-19 mengubah sistem pendidikan dan pembelajaran khususnya di sekolah. Selama hampir 9 bulan, sekitar 68 juta siswa di Indonesia (data Bank Dunia, 2020) melaksanakan pembelajaran di rumah atau dikenal Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan Belajar Dari Rumah (BDR). Metode baru ini mengubah pola interkasi antara guru dan siswa termasuk orang tua. Ketergantungan kepada gawai, laptop, jaringan internet plus kuota, dan listrik menjadi ciri khas metode ini. Di sisi lain terjadi bias pelayanan pendidikan, yang mengorbankan para siswa yang tidak mampu. Karena kesulitan dalam mengakses gawai, laptop, jaringan internet plus kuota, dan listrik. Sehingga PJJ lebih terlihat berpihak pada siswa dari keluarga mampu. Ragam kebijakan sudah dikeluarkan pemerintah pusat dalam rangka menjaga kualitas pembelajaran (pendidikan) selama PJJ. Diantaranya adalah SKB 4 Menteri; Relaksasi Dana BOS; Pedoman BDR/PJJ; Modul PJJ untuk PAUD-SD; Kurikulum Darurat; Bantuan kuota internet; Bantuan subsidi upah; dan lainnya.
Terbaru adalah revisi SKB 4 Menteri Jilid III tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19. Memberikan kewenangan kepada Pemda, Sekolah, dan Orang Tua Siswa untuk melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) mulai Januari 2021. Perubahan kebijakan SKB 4 Menteri diantaranya menghapus kategorisasi zona pembukaan sekolah. Lantas ini mengubah “mindset” orang tua, guru, dan publik umumnya, bahwa seolah-olah sekolah sudah bisa melaksanakan PTM mulai Januari 2021 nanti. Kemudian muncul polemik, di satu sisi kenaikan kasus Covid-19 makin naik, tetapi di sisi lain ada kejenuhan PJJ/BDR, terjadinya learning lose, dan ragam kekerasan di rumah selama PJJ. Lalu bicara kesiapan sekolah dalam PTM tak bisa dilepaskan begitu saja dari peran dan fungsi guru, sebagai ujung tombak di sekolah dalam PTM nanti. Muncul kekhawatiran dari guru sekolah menjadi kluster terbaru, namun di sisi lain Pemda punya kewenangan sebagaimana dalam SKB 4 Menteri Jilid III dalam memulai PTM Januari 2021.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) yang juga dikenal dengan sebutan “Perhimpunan Guru” sebagai salah satu kelompok organisasi profesi guru, memiliki kepentingan, perhatian khusus, dan kepedulian terkait persoalan ini. Oleh karena itu P2G berinisiatif melakukan survei nasional yang respondennya adalah para guru, kepala sekolah, dan manajemen sekolah (yayasan). Terkait bagaimana Evaluasi PJJ Tahap 2 dan Kesiapan Guru dalam Pembelajaran Tatap Muka Januari 2021. P2G ingin mengetahui bagaimana evaluasi PJJ Tahap 2 pasca tahun ajaran baru, pelaksanaan Kurikulum Darurat; Proses pembelajaran; Penugasan guru; dan Siswa. Kemudian P2G juga ingin mengetahui persepsi guru terkait kesiapan PTM Januari 2021 nanti. Ini penting diketahui sebab guru (manajemen sekolah) adalah entitas vital yang mengelola dan melaksanakan pembelajaran di sekolah, yang di dalamnya terdapat ragam aktivitas dari ratusan hingga ribuan siswa bersama warga sekolah lainnya.
Sehingga hasil survei nasional P2G ini bisa menjadi masukan yang penting, fundamental, dan strategis bagi pemerintah dalam melakukan perbaikan-perbaikan kebijakan ke depan.
P2G memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah: Kemdikbud; Kemenag; dan Pemda, sebagai pertimbangan membuka sekolah dalam PTM Januari 2021. Sehingga kebijakan yang dibuat sekolah dan Pemda nantinya, benar-benar berorientasi pada kesehatan dan keselamatan para siswa, guru, serta warga sekolah lainnya serta efektivitas dalam pembelajaran. Demi menjaga pembelajaran yang berkualitas, sehingga learning lose dan kesenjangan digital tidak semakin besar.
Berikut adalah rekomendasi P2G berdasarkan temuan hasil survei:
Pertama, Pemda dan Kemdikbud harus memastikan jaminan keselamatan, kesehatan, dan keamanan guru dalam menjalankan tugas, sebagaimana tercantum dalam Permendikbud No 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Guru dan Tenaga Kependidikan.
Praktisi Cakra Heru Nilai Permendag 51/2020 Dorong Surplus Neraca Dagang Jakarta
Kedua, Guru meminta tanggung jawab sepenuhnya ada di Kemdikbud, Pemda, dan orang tua. Jika nanti ada kasus sekolah menjadi kluster terbaru Covid-19, maka jangan mempersalahkan apalagi mengkriminalisasi guru. Tentu akan sangat berisiko besar, guru mengajar saja sudah berisiko, apalagi jika dipersalahkan nantinya. Ini dirasa sangat tidak adil.
Ketiga, Karena kewenangan ada pada Pemda, maka para guru meminta Pemda harus berhati-hati dan jangan gegabah membuka sekolah. Kemdikbud/Kemenag dan Pemda harus memastikan betul, kroscek langsung ke tiap-tiap sekolah tanpa kecuali (one by one). Apakah sekolah sudah benar-benar siap dengan Protokol Kesehatan; Pemenuhan Daftar Periksa; Panduan atau SOP PTM di sekolah; Budaya 3M dan lainnya (baca: 8 komponen).
Keempat, P2G meminta Pemerintah Pusat dan Daerah membuat anggaran alokasi khusus terkait pemenuhan dan kelengkapan sarana prasarana sekolah selam pandemi.
Kelima, P2G mendorong pemerintah pusat dan daerah mengoptimalkan waktu 1 bulan ke depan untuk berkoordinasi dan memenuhi daftar periksa, sarana prasarana, SOP atau 8 komponen menunjang PTM Januari 2021 di atas. Waktu 1 bulan ke depan bisa dimanfaatkan sosialisasi SKB 4 Menteri. Kepada Disdik di daerah; para kepala sekolah; dinas kesehatan; dan stakeholders lainnya. Agar pemahaman semua pemangku kepentingan betul-betul 1 persepsi/frekuensi tentang SKB 4 Menteri Jilid III. Kemudian waktu 1 bulan ke depan bisa dimanfaatkan oleh Kemdikbud dan Disdik daerah untuk menyiapkan dan melengkapi sarana prasarana protokol kesehatan di sekolah.
Keenam, P2G mendesak tiap-tiap Dinas Pendidikan: 514 Kota/Kab dan 34 Provinsi menyiapkan "SOP" atau "Juknis/Juklak" PTM yang bisa kemudian menjadi rujukan bersama para kepala sekolah, guru, dan komite sekolah. Sekolah lalu menindaklanjutinya dengan membuat aturan teknis atau SOP di sekolahnya masing-masing. Libatkan Komite Sekolah dalam membuat SOP Teknis tsb. Agar betul-betul dipahami orang tua.