Jakarta,Klikanggaran.com - Heboh pembengkakan R-APBD yang disisir oleh anggota PSI William Aditya Sarana. Setelah terciduk, anggaran alat kantor yaitu berupa lem Aibon, dalam sekejap disisir eh dihapus oleh Pemprov DKI.
Kini link yang sempat menampilkan anggaran fantastis itu raib dari penampakan website untuk APBD 2020. Detik langsung melansir berita semalam : "Anggaran Lem Aibon Rp 82 M yang Disebut Salah Ketik Hilang dari Web APBD DKI"
Jadi di laman APBD tertulis untuk komponen : BELANJA BARANG DAN JASA 5.2.2.01.01 lalu tertera penjelasan item di bawahnya: Belanja Alat Tulis Kantor : Lem Aibon kg 37500 Orang x 12 Bulan 184,000. Jumlahnya Rp 82.800.000.000.
Linknya sudah bersih, cek aja : https://apbd.jakarta.go.id/main/pub/2020/1/4/rka/221/list?cd=dW5pdD0xMDEwMTMwMSZpZGdpYXQ9NTY1NTcz
Inilah kesigapan Pemprov yang kalau tahu anggarannya nggak valid langsung pakai acara bersih-bersih dalam tempo sesingkat-singkatnya.
Parah, alasan atau ngelesisasi dari Pemprov yaitu salah ketik. Bukankah sudah lama penanggaran itu dipersiapkan? Berarti mereka mengakui sendiri kesalahan alias korupsi besar-besaran di R-APBD 2020.
Itulah penyakit yang akut, tak transparan di era Gubernur Anies Baswedan. Terlebih lagi sisir anggaran yang dilakukan di zaman Ahok sudah dibuang. Begitu si Mendagri baru dengan gaya Ahok muncul maka buru- buru disisir sampai lembur. Tapi itu cuma pencitraan.
Makanya, namanya bukan ahlinya maka masih banyak anggaran yang belum dibereskan. Apalagi penyisiran oleh Pemprov tak dilakukan secara cermat maka munculah lem Aibon ini. Itu baru lem Aibon. Lalu apa tujuan pengadaan lem Aibon yang masif, sistematis dan terstruktur ini?
Bisa jadi karena penganggarannya dari Dinas Pendidikan, lem itu untuk membuat hubungan guru dan siswa makin lengket. Atau membuat relasi sekolah dengan eks Mendikbud makin erat apalagi memakai super. Kan konyol, masak penulis saja yang berkecimpung di dunia pendidikan tak melihat urgensi dari pemakaian lem aibon di sekolah.
Kalaupun ada masak dipakai tiap hari. Justru kalau disediakan maka lem itu bisa disalahgunakan. Acara nge-lem bersama bisa terwujud, membuat para generasi muda menjadi halu dan otaknya makin rusak.
Edan, pengadaan yang unfaedah ini pasti tak tunggal. Terbukti masih ada lagi penemuan netizen yang menguak adanya mata anggaran yang membuat mata terbelalak.
Coba lihat, mata anggaran untuk pembelanjaan bulpen alias ballpoint saja sampai seharga Rp 123 Milyar. Tepatnya Rp 123. 886.800.000. Buat apa pembelanjaan bulpen dengan harga gila-gilaan semacam itu. Kalau sudah begini, masih ngeles salah ketik lagi? Pengibulan yang masif!
Bukankah DKI itu Smart City? Pakai digital? Paling bulpen itu cuma buat tanda tangan kuitansi. Tanda tangan pengeluaran. Baiklah, mungkin butuh bulpen banyak karena saking banyaknya kuitansi di setiap instansi.
Benar-benar maknyus, pengeluatan yang setinggi-tingginya padahal pemasukan sedang seret-seretnya. Anies sendiri sudah mengakui defisit anggaran yang sampai 6 T lebi. Tapi pengeluaran digenjot terus. Benar-benar tak becus si Anies mengelola anggaran. Angaran bocor dan bolong besar di mana-mana.