Meneguhkan Jakarta Sebagai Epicentrum Nasionalisme

photo author
- Jumat, 28 Oktober 2016 | 04:50 WIB

Kedua, kita belum siap menerima keragaman. Padahal, keragaman bangsa bisa menjadi kekayaan jika negara mampu menjalankan fungsinya sebagai, apa yang disebut Mohammad Hatta, ‘panitia kesejahteraan rakyat’. 

Ketiga, kita terlalu terfokus pada pembangunan pusat atau ibu kota. Jakarta sebagai ibu kota negara terlalu dijadikan pusat segalanya. Karena itu tingkat angkatan kerja, kejahatan dan frustasi selalu meningkat dari tahun ke tahun. Jakarta menjadi magnet yang mencuri kelebihan daerah. Seluruh potensi daerah seakan-akan dipaksa bekerja untuk Jakarta. Lahirlah sirkus centripetal dan centrifugal tak terkendalikan. Dari Jakarta negara didesain dan diadministrasikan, dari Jakarta pula negara dinistakan dan difrustasikan. Seharusnya, Indonesia bukan hanya Jakarta, demikian pula Jakarta bukan satu-satunya kota di Indonesia.

Kalau ada penelitian yang menyatakan dari Jakarta, Indonesia ada, disebabkan pertautan kebangsaan tadi, tetapi melihat fenomena di atas, maka dari Jakarta, Indonesia menjadi epicentrum perpecahan dan terkoyaknya nasionalisme bangsa di daerah-daerah lain di Indonesia. Tentu bukan itu yang kita harapkan, melainkan Jakarta menjadi epicentrum nasionalisme dan pusat pengkaderan politik yang sehat dan cerdas.

Lantas, bagaimanakah Jakarta atau “Orang-orang Jakarta” idealnya? Jakarta atau “Orang Jakarta” selaiknya menghormati hak asasi manusia, menegakkan supremasi hukum, dan memastikan proses demokrasi yang memungkinkan bagi terciptanya partisipasi masyarakat secara luas dalam menentukan nasib mereka sendiri. Ini hanya dapat dicapai dengan mengubah struktur dasar dari mental dan pola pikir masyarakat Jakarta yang majemuk, tidak hanya dari sistem kekuasaan dan hukum, tetapi juga budaya dari masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, orang harus berperan aktif untuk mewujudkan impian mereka tentang “miniatur republik.” Namun, akankah Jakarta benar-benar menjadi “miniatur republik?” Dan, sekarang banyak orang menaruh harapan yang tinggi pada para calon Gubernur (Cagub) dan calon Wakil Gubernur (Cawagub) ke depan. Semoga saja mereka yang terpilih nanti dipastikan melewati proses demokrasi dan uji seleksi kepemimpinan yang ketat dan konsisten membangun Jakarta hanya dan demi kemaslahatan warga Jakarta kebanyakan dan bukan segelintir elite!

Maka dari itu, setidaknya ada 5 (lima) agenda yang diharapkan ke depan:

1. Menolak politisasi atas dalih dan nama apa pun termasuk isu yang berbau SARA oleh para elit politik.

2. Menolak cara-cara politik kolonial yang mengedepankan feodalisme dan fanatisme sempit.

3. Menyerukan segenap komponen bangsa terutama warga Jakarta untuk membangun landscape politik kebangsaan yag rasional dan humanis demi terciptanya perikehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan Bhineka Tunggal Ika.

4. Mengajak warga bangsa Indonesia terutama warga Jakarta mengembangkan cara berpikir yang kritis-transformatif terhadap kondisi kekinian bangsa dan negara.

5. Meneguhkan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai HARGA MATI.

 

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kit Rose

Tags

Rekomendasi

Terkini

X