Batanghari, klikangaran.com--Ketua Lembaga Pemantau Penyelenggara Trias Politika Republik Indonesia (LP2TRI) Kabupaten Batanghari, Hamsir, sangat menyesalkan pembangunan rehab pintu pengatur air dan saluran prima yang dibangun dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2019 sebesar kurang lebih Rp 1,3 miliar, sebab tidak ada asas manfaatnya bagi masyarakat khususnya petani yang menggarap di lokasi bangunan tersebut.
Baca juga: Terkait Kerusakan Jalan Koto Boyo, Ini Kata Mantan Ketua DPRD Kabupaten Batanghari
Menurut Hamsir, saat mengecek bangunan pintu air di Pematang Pacat Desa Rantau Kapas Mudo Selasa (09-06-2020), rencana pembangun pintu air ini sebanyak 12 titik yang tersebar di lokasi seluar 500 hektar, namun yang dikerjakan hanya beberapa titik, ini pun tidak ada manfaatnya bagi petani di sini.
"Adik-adik lihat sendiri kondisi bangunan yang dikerjakan bahkan seperti terapung di tengah sawah," kata Hamsir
Tidak ada kejelasan apakah pembangunan ini disetop atau memang kontaktornya nakal sehingga pekerjaan tidak selesai, yang jelas proyek ini pernah ditegor oleh pihak TP4D lantaran bangunan ini tidak menggunakan tiang cerucup, jelas Hamsir.
Baca juga: Ketua DPRD Batanghari Akan Tindak Lanjuti Permasalahan Perbaikan Jalan Koto Boyo
"Saya pribadi sebagai masyarakat dan Lembaga sangat menyesalkan sekali dengan kondisi bangunan seperti ini, saya berharap agar pemerintah melalui dinas yang terkait supaya memantau lokasinya terlebih dahulu sebelum menganggarkan proyek sehingga dalam perencanaan bangunan sesuai dengan kondisi di lapangan," tutur Hamsir.
Kabid Pengaran Dinas PUPR Kabupaten Batanghari, Ahmad Agung Bayu Aji, saat dikonfirmasi Kamis (11-06-2020) di ruang kerjanya mengatakan Rehabilitasi/Pemeliharaan Jaringan Irigasi dan Rawa bersumber dari DAK Tahun 2019 dengan Anggaran sebesar Rp 1,27 miliar. Pekerjaan Rehab Pintu Air dan Saluran Primer yang berlokasi di Pematang Pacat Desa Rantau Kapas Mudo dikerjakan oleh CV Rheani Kencana Mandiri pada bulan Desember 2019 dan telah dilakukan pemutusan kontrak.
Pemutusan kontrak itu dilakukan setelah beberapa kali peringatan, dan pada saat itu didampingi oleh TP4D dan sebelumnya telah di-warning kepada pihak rekanan untuk sesegera mungkin menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, jelas Agung.
“Kami tidak mau melakukan pemutusan kontrak secara sepihak walaupun saya selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berhak memutus kontrak ketika penyedia barang dan jasa tidak melaksanakan pekerjaan tepat pada waktunya. Saat itu kondisi ekstrim, ketika itu saya masih memberi ruang kepada pihak rekanan apapun resikonya, namun kondisi dilapangan tidak bisa mendukung.
"Saya orang Batanghari, saya punya tanggungjawab moril terhadap pembangunan itu, tapi Alhamdulillah pihak rekanan tidak sanggup untuk menyelesaikan pekerjaan dalam kondisi lapangan banjir," kata Agung.
Saat ditanya surat pemutusan kontrak, Agung mengatakan suratnya ada pada PPTK, tapi dia sedang tidak ada. Kata Agung, semua administrasi diserahkan kepada PPTK.