Andi berujar bahwa putusan majelis hakim kasasi menyatakan Idrus lebih tepat diterapkan dakwaan Pasal 11 undang-undang tindak pidana korupsi (tipikor). Hakim kasasi menilai Idrus menggunakan pengaruh kekuasaannya sebagai Plt. Ketua Umum Golkar di kasus tersebut.
Hal itu karena pada awalnya Eni Maulani Saragih selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR melaporkan perkembangan proyek PLTU MT Riau-1 pada mantan Ketum Golkar Setya Novanto.
Hanya saja, Eni tidak lagi melaporkannya pada Setya Novanto lantaran Setya secara bersamaan terjerat kasus KTP elektronik. Eni lantas melaporkan perkembangan proyek itu pada Idrus Marham yang menjabat sebagai Plt. Ketua Umum Golkar.
"Dengan tujuan agar Eni Maulani Saragih tetap mendapat perhatian dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. Kemudian, Eni Saragih menyampaikan kepada terdakwa kalau dirinya akan mendapatkan fee dalam mengawal proyek PLTU MT Riau-1," tutur Andi.
Andi mengatakan putusan kasasi dijatuhkan oleh majelis hakim kasasi pada Senin, 2 Desember 2019. Duduk sebagai Ketua Majelis Suhadi, serta hakim anggota Abdul Latif dan Krishna Harahap.
Atas putusan itu, tim penasihat hukum terdakwa Idrus Marham mengaku senang atas putusan MA yang memotong masa hukuman Idrus menjadi dua tahun penjara terkait kasus PLTU MT Riau-1.
Samsul beralasan bahwa Idrus Marham tidak tahu menahu soal proyek PLTU Riau 1. Dia mengklaim bahwa nama Idrus ikut terseret karena dicatut oleh mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih.
Tak hanya itu, Idrus Marham juga disebutnya sama sekali tidak tahu akan terjadinya suap menyuap antara pengusaha Johannes B. Kotjo dan Eni Saragih di dalam proyek tersebut.
"Fakta persidangan jelas bahwa proyek ini sudah diatur oleh orang lain," ujar Samsul.
BACA JUGA: Sri Mulyani Beberkan Kerugian Tujuh BUMN, Perum Bulog Salah Satunya