Apa Kata KPK tentang Desa “Siluman” Penyedot Dana Desa?

photo author
- Kamis, 7 November 2019 | 11:18 WIB
jubir kpk
jubir kpk


JAKARTA, Klikanggaran.com—Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kemunculan desa-desa baru imbas adanya kucuran dana desa. Bahkan, berdasarkan laporan yang dia terima, banyak desa baru tak berpenduduk yang dibentuk agar bisa mendapat kucuran dana desa secara rutin tiap tahun.


Desa seperti ini layak disebut desa siluman!


"Kami mendengar beberapa masukan karena adanya transfer ajeg dari APBN sehingga sekarang muncul desa-desa baru yang bahkan tidak ada penduduknya, hanya untuk bisa mendapatkan (dana desa)," ujar Sri Mulyani di depan anggota Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (4/11/2019).


Keberadaan aliran uang dana desa yang rutin dikucurkan ini, menurut Sri Mulyani, membuat pihak-pihak tidak bertanggung jawab memanfaatkan momentum dengan membentuk desa baru.

Terkait dengan desa siluman tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setidaknya menemukan empat potensi masalah terkait dana desa menyusul kajian yang telah dilakukan pada 2015. 


Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan kajian itu dilakukan dalam pelaksanaan tugas pencegahan KPK dan hasilnya ditemukan sejumlah potensi masalah.


Pertama, terkait masalah regulasi. Dia mengatakan masalah muncul karena belum lengkapnya regulasi dan petunjuk pelaksanaan yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa.


Selain itu, masalah regulasi itu lantaran potensi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Desa dan Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri.


"Kewajiban penyusunan laporan pertanggungjawaban oleh desa tidak  efisien akibat ketentuan regulasi yang tumpang tindih," kata dia, Rabu (6/11/2019) malam.


Dia mengatakan masalah itu karena formula pembagian dana desa dalam PP No. 22 tahun 2015 dinilai tidak cukup transparan dan hanya didasarkan atas dasar pemerataan.


Kemudian, pengaturan pembagian penghasilan tetap bagi perangkat desa dari ADD yang diatur dalam PP No. 43 tahun 2014 kurang berkeadilan.


Kedua, potensi masalah dalam tata laksana yaitu, kerangka waktu siklus pengelolaan anggaran desa sulit dipatuhi oleh desa; satuan harga baku barang/jasa yang dijadikan acuan bagi desa dalam menyusun APBDesa belum tersedia; dan APBDesa yang disusun tidak sepenuhnya menggambarkan kebutuhan yang diperlukan desa.


Selanjutnya, transparansi rencana penggunaan dan pertanggungjawaban APBDesa masih rendah dan laporan pertanggungjawaban yang dibuat desa belum mengikuti standar dan rawan manipulasi.


Ketiga, kajian itu juga menemukan potensi masalah dalam hal pengawasan. Ditemukan bahwa efektivitas Inspektorat Daerah dalam melakuka pengawasan terhadap pengelolaan keuangan di desa masih rendah.


Tak hanya itu, saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik oleh semua daerah serta ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh camat belum jelas.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tim Berita

Tags

Rekomendasi

Terkini

X