JAKARTA, klikanggaran.com - Direktur Utama PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI), Darman Mapanggara, ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dugaan suap, pada Rabu (2/10/2019).
KPK melakukan pengembangan kasus dugaan suap proyek Baggage Handling System (BHS) di PT Angkasa Pura Propertindo yang dilaksanakan oleh PT INTI (Persero) tahun 2019 sehingga akhirnya menetapkan Dirut PT INTI sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, KPK sebelumnya telah menjerat mantan Direktur Keuangan Angkasa Pura II (Persero) Tbk. Andra Y. Agussalam dan Taswin Nur selaku swasta dan orang kepercayaan salah satu direksi PT INTI.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan seiring proses penyidikan dan mencermati perkembangan fakta, ditemukan keterlibatan pihak lain dalam perkara ini.
Dalam konferensi pers, Rabu (2/10/2019), Febri mengatakan, "Setelah menemukan bukti pemulaan yang cukup, KPK melakukan penyidikan baru dengan tersangka DMP [Darman Mappangara], selaku Direktur Utama PT INTI.”
INTI mengerjakan beberapa proyek di PT AP II pada 2019, dengan rincian proyek Visual Docking Guidance System (VGDS) senilai Rp106,48 miliar; proyek Bird Strike sebesar Rp22,85 miliar; dan proyek pengembangan bandara dengan nilai Rp86,44 miliar.
Selain itu, PT INTI (Persero) juga memiliki Daftar Prospek Project tambahan di AP II dan PT Angkasa Pura Propertindo dengan rincian proyek X-Ray 6 bandara sebesar Rp100 miliar; Baggage Handling System di 6 bandara Rp125 miliar; proyek VDGS Rp75 miliar; dan proyek Radar burung senilai Rp60 miliar.
Menurut Febri, PT INTI diduga mendapatkan sejumlah proyek berkat bantuan tersangka Andra Agussalam yang saat itu menjabat Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II.
"Tersangka AYA diduga menjaga dan mengawal proyek-proyek tersebut supaya dimenangkan dan dikerjakan oleh PT INTI," kata dia.
Febri berujar, penyidik KPK telah mengidentifikasi adanya komunikasi antara tersangka Darman dan Andra Agussalam terkait dengan pengawalan proyek-proyek tersebut.
"DMP juga memerintahkan TSW untuk memberikan uang pada AYA," kata Febri.
Tak hanya itu, lanjut dia, adanya sebuah kode "buku" atau "dokumen" serta aturan yang diberlakukan dalam proses suap ini.
Beberapa aturan yang diberlakukan dalam suap ini yaitu dalam bentuk tunai, jika jumlah besar menurutnya maka ditukar dengan dolar Amerika Serikat atau dolar Singapura yang menggunakan kode “buku” atau “dokumen” tersebut.
Febri mengatakan bahwa penerimaan uang diterima pada 31 Juli 2019, melalui perintah Taswin Nur yang kemudian meminta sopir Andra Agussalam untuk menjemput uang yang disebut dengan kode “barang paket” di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan dan berujung OTT pada Taswin dan sopir Andra.