Untuk para calon penerima hibah harus mengajukan proposal bantuan pada tahun sebelumnya, jadi ada penerima hibah tanpa mengajukan proposal di tahun sebelumnya, maka hibah tersebut melanggar Permendagri No. 32 tahun 2011.
BPKAD menerima usulan penerima hibah yang telah diverifikasi dan memenuhi syarat dari Kesbangpol dan Linmas, kemudian menyesuaikan nilai proposal tersebut sesuai dengan alokasi anggaran, kemudian diajukan ke gubernur untuk disetujui dan dikeluarkan SK persetujuan.
Gubernur selanjutnya menerbitkan SK persetujuan nama-nama penerima hibah dan nilai besaran proposal yang telah direvisi Kesbangpol dan Linmas /BPKAD, dan mendelegasikan penandatanganan NPHD (Nota Perjanjian Hibah Daerah) ke SKPD terkait.
Setiap penerima hibah harus menandatangani NPHD (Nota Perjanjian Hibah Daerah) sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pasal 13 pada: a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap pemberian hibah dituangkan dalam NPHD yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan penerima hibah.
Dan, b) Ayat (2) yang menyatakan bahwa NPHD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat ketentuan mengenai: (1) Pemberi dan penerima hibah; (2) Tujuan pemberian hibah; (3) Besaran/rincian penggunaan hibah yang akan diterima; (4) Hak dan kewajiban; (5) Tata cara penyaluran/penyerahan hibah; dan (6) Tata cara pelaporan hibah serta Fakta Integritas dengan pemerintah daerah dalam hal ini gubernur, atau dikuasakan gubernur ke SKPD (Dinas) terkait untuk pencairan dana proposal ke rekening penerima hibah.
LSM, Ormas, dan Organisasi Nirlaba hanya berhak menerima hibah 1 X dalam 3 tahun. Penerima hibah bertanggungjawab terhadap penggunaan dana hibah sehingga bila ada penggunaan dana hibah di luar ketentuan dan proposal, maka hal tersebut dapat dianggap penggelapan uang Negara.
Wartawan dan perusahaan media tidak berhak menerima bantuan hibah karena ada jalur tersendiri yaitu Advetorial Pemberitaan.
Dalam tahun 2013 hanya 428 LSM, Ormas, dan Organisasi Nirlaba yang diverifikasi oleh Kesbangpol Linmas Sumsel, dengan alokasi dana hibah sebesar Rp 35 milyar dari total Rp. 2,1 trilyun dana hibah yang dialokasikan.
Hibah Aspirasi DPRD Sumsel sebesar Rp 114 milyar disinyalir melanggar Permendagri No. 32 tahun 2011 karena tidak diverifikasi oleh Kesbangpol dan Linmas Sumsel, dan tidak ada pengajuan proposal pada tahun sebelumnya.
Penambahan dana hibah sebesar Rp 700 milyar pada tahun 2013 dapat dikategorikan pelanggaran wewenang oleh pengambil kebijakan karena diduga melanggar prosedur perundang-undangan.
Tanpa pengajuan proposal tahun sebelumnya dan disinyalir tanpa verifikasi administrasi dan kelengkapan data penerima hibah, atau menurut Arminsyah (Jampidsus) penggunaan anggaran di luar APBD Sumsel.
Dari masalah tersebut di atas, sangat jelas di dalam LHP BPK RI Prov Sumsel tahun 2013 dinyatakan, masalah tersebut mengakibatkan adanya potensi merugikan keuangan daerah, dikarenakan BPKAD Provinsi Sumsel kurang melakukan pengawasan atas penggunaan dana hibah kepada pengguna hibah. Dan, penerima hibah lalai dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana hibah yang diterimanya.
Perlu diketahui, di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pasal 16 ayat (1) yang menyatakan bahwa penerima hibah berupa uang menyampaikan laporan penggunaan hibah kepada kepala daerah melalui PPKD dengan tembusan SKPD terkait.
Kemudian dalam Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Hibah dan Bantuan Sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Pasal 16 ayat (1) yang menyatakan bahwa penerima hibah berupa uang menyampaikan laporan penggunaan hibah kepada Gubernur melalui PPKD dengan tembusan Kepala SKPD terkait.