(KLIKANGGARAN) — Publik kembali memperbincangkan keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan hak rehabilitasi kepada mantan Dirut PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi. Langkah tersebut menambah panjang daftar penggunaan kewenangan prerogatif Presiden di sepanjang 2025.
Ira tersangkut perkara dugaan korupsi dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi kapal PT Jembatan Nusantara. Dalam dakwaan KPK, perbuatannya bersama para terdakwa disebut memperkaya pihak lain dan menimbulkan kerugian negara hingga Rp1,27 triliun.
Meski begitu, majelis Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara, meski menyatakan mereka tidak menerima aliran dana dari kasus tersebut.
Pemberian rehabilitasi oleh Presiden bertujuan memulihkan status hukum, nama baik, dan martabat Ira, sesuai mekanisme Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 yang melibatkan pertimbangan Mahkamah Agung serta masukan masyarakat.
Reaksi dari Rutan KPK: Syukur dan Haru
Dari balik sel tahanan, Ira merespons keputusan tersebut dengan perasaan lega. Hal itu disampaikan kuasa hukumnya, Soesilo Aribowo, usai menjenguk kliennya.
"Ya senang, terima kasih. Alhamdulillah gitu," ungkap Soesilo pada Rabu (26/11/2025).
Keputusan rehabilitasi ini sekaligus menambah daftar penggunaan hak istimewa Presiden Prabowo terhadap perkara-perkara pidana sepanjang 2025.
Rehabilitasi vs Abolisi: Kasus Ira dan Tom Lembong
Meski sering dianggap serupa, rehabilitasi yang diterima Ira berbeda dengan abolisi yang diberikan kepada mantan Mendag Tom Lembong pada Juli 2025.
Rehabilitasi hanya memulihkan reputasi dan kedudukan seseorang tanpa menghapus status terpidana, sementara abolisi menghentikan proses pidana sebelum ada putusan pengadilan.