(KLIKANGGARAN) – Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang menyeret mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Anwar Makarim, kembali menjadi sorotan publik.
Sidang lanjutan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin, 6 Oktober 2025, memperlihatkan Kejaksaan Agung (Kejagung) bersikukuh bahwa penetapan tersangka terhadap Nadiem telah melalui prosedur hukum yang sah.
Jaksa menegaskan, sebelum status tersangka disematkan, Nadiem telah diperiksa sebanyak tiga kali sebagai saksi oleh penyidik.
“Pemohon sebelum ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara a quo, telah terlebih dahulu diperiksa sebagai saksi oleh Termohon selaku penyidik,” ujar jaksa di hadapan hakim tunggal PN Jakarta Selatan.
Menurut Kejagung, proses tersebut tidak dilakukan secara tergesa-gesa. Penetapan tersangka baru dilakukan setelah penyidik mengantongi sejumlah alat bukti sah yang memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam proyek pengadaan laptop di Kemendikbud.
Empat Alat Bukti Dibeberkan
Jaksa menyampaikan, penyidik telah mengumpulkan empat alat bukti yang dinilai sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP. Bukti tersebut meliputi keterangan ahli, surat, petunjuk, serta barang bukti elektronik.
“Bahwa dalam proses penyidikan perkara a quo, Termohon selaku penyidik telah mendapatkan bukti permulaan yang tercukupinya minimal dua alat bukti,” kata jaksa.
“Bahkan diperoleh empat alat bukti, berdasarkan Pasal 184 KUHAP, yang didapatkan dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, maupun barang bukti elektronik,” sambungnya.
Jaksa menambahkan, sebanyak 113 saksi telah diperiksa, termasuk Nadiem sendiri, sebelum penyidik menetapkannya sebagai tersangka pada 4 September 2025.
“Termohon selaku penyidik sebelum menetapkan Pemohon sebagai tersangka pada tanggal 4 September 2025, telah mendapatkan alat bukti keterangan saksi dari sekitar 113 orang saksi,” ujar jaksa.
Jaksa Minta Praperadilan Ditolak
Dalam petitum, pihak Kejagung meminta hakim tunggal menolak seluruh permohonan praperadilan Nadiem karena dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
"Menolak permohonan praperadilan dari Pemohon untuk seluruhnya," ucap jaksa.
“Menyatakan permohonan praperadilan register perkara Nomor 119/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel. tidak beralasan hukum," lanjutnya.
Kejagung menegaskan bahwa seluruh prosedur penyidikan telah sesuai koridor hukum, sekaligus menepis tudingan pelanggaran prosedural dari pihak pemohon.