Palembang, Klikanggaran.com-- Ir. Feri Kurniawan adalah sosok aktivis dan pegiat antikorupsi yang getol memperjuangkan dugaan kasus-kasus besar di Sumatera Selatan. Salah satunya dugaan kasus mega skandal hibah Sumsel 2013, Masjid Sriwijaya dan PDPDE Sumsel yang saat ini tengah hits di pemberitaan media massa.
Sepintas, tak ada yang nampak istimewa dari seorang Ir. Feri Kurniawan. Seperti kebanyakan aktivis sejati lainnya, ia terlihat selalu berpenampilan simple dan sederhana, dengan gaya bicaranya yang lugas, juga terkadang suka humoris. Namun, ia sangatlah gigih dalam upaya membantu korban-korban keganasan dari tikus-tikus berdasi, masyarakat Sumsel pada khususnya.
Ir. Feri Kurniawan juga dipercaya sebagai Deputy Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Sumbagsel. Bicara soal MAKI, tidak terlepas dari punggawa Boyamin Saiman yang begitu gigih memperjuangkan kasus-kasus besar bernilai triliunan di tanah air, seperti kasus Bank Century, Jiwasraya, dan kasus Djoko Djandra.
Baca Juga: Fenomena Warung Sepi yang Mendadak Ramai Setelah Kita Datang
Dalam kiprahnya sebagai bagian dari pegiat antikorupsi di Sumsel, Ir. Feri Kurniawan pernah mengalami musibah tak mengenakan, dimana pada 2018 yang pernah disangkakan dengan kasus ujaran kebencian. Ia kemudian divonis 6,5 bulan kurungan penjara. Padahal, waktu itu Feri tengah getol-getolnya melaporkan oknum pejabat Pemrov yang dinilainya tak netral dalam Pilkada.
Tak mengenal lelah mendorong APH mengungkap tabir Hibah Sumsel 2013, Masjid Sriwijaya, dan PDPDE Sumsel
Entah, tak tau berapa episode jari jemari Feri dalam menyiapkan materi siaran persnya yang berkenaan dengan dugaan kasus tersebut. Terkait hibah Sumsel 2013, Feri menganggap kasus tersebut masih jalan di tempat, dimana hanya dua orang yang menjadi korban hingga saat ini.
Penetapan tersangka oleh Kejagung terkait jual beli gas PDPDE Sumsel beberapa waktu lalu, Feri merasa bak kemarau bertahun-tahun akhirnya datang juga hujan walau sebentar sebagai pembersih debu.
Baca Juga: Tarif Rapid Tes Antigen di Stasiun Kereta Api Turun. Kini Hanya Rp45.000. Berlaku Mulai 24 September
Menurutnya, Sprindik yang ditanda tangani Kasi Pidsus Kejati Sumsel “Hendriyanto” pada September 2018 menjadi awal terbukanya dugaan mega korupsi ini.
“Rumit dan ngejelimet karena banyaknya perkara terkait pada dugaan mega korupsi itu. Selaku pemilik hak beli gas negara dengan harga COGS atau HPP sebesar volume 15 Milion Milion Standart Cubic Feet Day (15 MMSCFD), Perusda BUMD Sumsel layak menjadi perusahaan minyak nasional”, kata Feri.
“HPP US$ 5,5 per 0,001 MMSCF atau MMBTU layak dijual di pasar Domestic di kisaran US$ 9,5 per MMBTU tak menjadikan PDPDE lumbung PAD tapi malah seperti menjadi gadis cantik yang dirudapaksa.
"Hanya US$ 0,1 per MMBTU menjadi hak PDPDE melalui perusahaan “JV” PT PDPDE Gas. Potensi PAD Rp100 miliar per tahun hanya menghasilkan PAD Rp1,3 miliar per tahun. “KPK yang diharapkan membuka belenggu korupsi ini tak mampu mengurai dugaan mega korupsi ini. Entah karena apa”, tanya Feri.
Baca Juga: Cara Membaca Cepat Soal Teks, dan Peran Sekolah dalam Meningkatkan Minat Baca Siswa
Dugaan Korupsi Masjid Sriwijaya