Kematian Anak Akibat Covid-19 Tertinggi Di Dunia, PTM Juli 2021 Wajib Ditunda

photo author
- Selasa, 22 Juni 2021 | 19:18 WIB
images (5)
images (5)


Jakarta,Klikanggaran.com - Melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia pasca libur lebaran diduga akibat varian Delta mutasi India, membuat kasus penularan terjadi begitu cepat. Satgas Covid-19 mencatat kasus konfirmasi positif secara nasional bertambah 14.536 pada Senin (21-6). Total kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 2.004.445 kasus. Dari angka tersebut, 12,5% yang terinfeksi Covid-19 adalah usia anak. Adapun angka kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia sudah tertinggi di dunia, yaitu 3-5%, dimana 8 kasus yang positif Covid-19 di Indonesia, 1 adalah usia anak.


Menyikapi melonjaknya kasus tersebut, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menuturkan seharusnya menjadi peringatan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk segera menghentikan uji coba Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sejumlah daerah yang positivity ratenya di atas 5%, penghentian harus segera dilakukan agar jumlah anak yang berpotensi terinfeksi Covid-19 dapat ditekan, termasuk pendidik (guru) wajib juga dilindungi dari penularan Covid-19.


"Jika kasus terus melonjak dan sulit dikendalikan, maka Pemerintah Daerah wajib menunda pembukaan sekolah pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang dimulai pada 12 Juli 2021, mengingat kasus sangat tinggi dan positivity rate di sejumlah daerah di atas 5 persen, bahkan ada yang mencapai 17%. Kondisi ini sangat tidak aman untuk buka sekolah tatap muka," ujar Heru Purnomo, Sekjen FSGI, melalui keterangan tertulisnya, Selasa (22-6).


"Tetapi untuk wilayah dengan positivity rate dibawah 5%, Pemerintah Daerah dapat membuka sekolah apabila mereka memiliki mekanisme kontrol yang langsung ke sekolah," sambungnya.


Dilain sisi, Wakil Sekjen FSGI, Mansur, menjelaskan bahwa data faktual tentang kesiapan sekolah harus tersedia dengan benar.


"Data lokasi/zona sekolah dan kondisi geografis lingkungan sekolah diperoleh, barulah Pemerintah dapat memberikan ijin sekolah untuk tatap muka terbatas (bisa uji coba 25%, atau 50%). Selama pelaksanaan ujicoba itulah dilakukan pemantauan langsung untuk dapat melanjutkan PTM," ujar Mansur.


Maka dari itu, FSGI mendorong Pemerintah menuntaskan program vaksinasi bagi seluruh guru dan dosen.


"Karena sebagai kelompok prioritas vaksin, ternyata banyak pendidik yang belum mendapatkan kesempatan di vaksin, ada yang belum karena belum ada kesempatan, namun ada juga kelompok guru yang tidak bisa divaksin karena alasan medis (misalnya sedang hamil, sedang menjalani pengobatan kanker, dll), namun ada juga yang tidak mau (menolak) divaksin karena khawatir efek dari vaksin," jelas Mansur.


Selain itu, kata Mansur, FSGI mendorong Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan di Daerah untuk bekerjasama mensosialisasikan manfaat vaksin di kalangan pendidik dan tenaga kependidikan, terutama untuk kelompok yang tidak mau (menolak) divaksin.


Lebih lanjut Mansur menuturkan, FSGI mendorong Satgas Covid Daerah dapat bertindak tegas untuk menghentikan PTM, termasuk ujicoba PTM  di Daerahnya ketika positivity Rate di atas 5 Persen, namun kebijakan PTM tidak perlu  diseragamkan.


"Misalnya, untuk daerah-daerah dengan  positivity ratenya dibawah 5 persen, FSGI mendorong sekolah tatap muka bisa dibuka dengan pemberlakuan Prokes/SOP yang ketat," ujarnya.


Mansur menambahkan, FSGI mendorong Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sesuai Konvensi Hak Anak (KHA) harus mengutamakan hak hidup nomor 1, hak sehat nomor 2 dan hak pendidikan nomor 3.


"Jika anaknya masih sehat dan hidup maka ketertinggalan materi pelajaran masih bisa diberikan nantinya ketika pandemi terkendali. Selain peserta didik, Pemerintah juga wajib melindungi pendidik dan tenaga kependidikan di masa pandemi," pungkas Mansur.


Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: M.J. Putra

Tags

Rekomendasi

Terkini

X