Transparansi Anggaran COVID-19 Nyaris 1.000 Triliun Dipertanyakan

photo author
- Kamis, 25 Juni 2020 | 18:30 WIB
71692b51-840b-4b79-a197-02a5b0d9b691_169
71692b51-840b-4b79-a197-02a5b0d9b691_169


Jakarta,Klikanggaran.com - Anggaran yang dikucurkan negara untuk menanggulangi pandemi COVID-19 kian membengkak setiap bulannnya, seiring dengan penambahan jumlah kasus. Di satu sisi, berbagai regulasi dibuat untuk memudahkan pencairan dana tersebut. Koalisi organisasi masyarakat sipil pun mendesak pemerintah membuka semua laporan keuangan negara yang terkait dengan Virus Corona.


Freedom of Information Network Indonesia (FoINI), sebuah jaringan organisasi masyarakat sipil, mengeluarkan pernyataan resmi untuk mendesak pemerintah agar transparan dalam penggunaan uang negara. Menurut catatan mereka, anggaran negara naik setiap bulannya mulai dari Rp405,1 triliun pada Maret 2020, menjadi Rp641,1 triliun (Mei), Rp677,2 triliun (awal Juni), dan kemudian Rp695,2 triliun (pertengahan Juni). Terbaru pemerintah menyampaikan anggaran penanganan COVID-19 bakal naik menjadi Rp905 triliun.


Penambahan anggaran itu seiring dengan terus meningkatnya jumlah kasus positif COVID-19. Per Rabu (24-6)), jumlah kasus positif COVID-19 sebanyak 49.009 orang, dengan kasus meninggal dunia mencapai 2.573.


Koordinator FoINI Ahmad Hanafi mengatakan, penggunaan anggaran negara yang besar sangat berbahaya jika tidak diikuti dengan transparansi. Terlebih lagi, pemerintah telah membuat berbagai regulasi untuk memuluskan semua paket kebijakan terkait penanggulangan COVID-19, seperti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020, PP Nomor 21 Tahun 2020, Perppu Nomor 1 Tahun 2020 (kini sudah menjadi UU No. 2 tahun 2020), Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2020, Keppres Nomor 12 Tahun 2020, dan PP Nomor 23 Tahun 2020.


"Sampai saat ini, pemerintah belum menginformasikan secara rinci mengenai laporan penggunaan anggaran untuk penanganan COVID-19. Ini bertentangan dengan Pasal 9 ayat (2) huruf c UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menyebutkan bahwa badan publik diwajibkan untuk mengumumkan secara berkala laporan keuangannya," ujar Hanafi melalui keterangan resmi, Kamis (25-6).


Dia menegaskan, ketertutupan pemerintah mengenai penggunaan anggaran COVID-19 membuka peluang terjadinya penyalahgunaan anggaran dan tindak pidana korupsi. Terlebih lagi, dalam Pasal 27 UU No. 2 tahun 2020 menyatakan dengan tegas bahwa segala tindakan dan penggunaan anggaran untuk stabilisasi sistem keuangan pada masa pandemi tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana.


"Kami mendesak pemerintah, dalam hal ini Gugus Tugas COVID-19, setiap bulannya agar merinci penggunaan anggaran untuk penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Sekurang-kurangnya mencakup penggunaan anggaran untuk belanja kesehatan, perlindungan sosial, dan insentif pajak atau pemulihan ekonomi," tegas Hanafi.


Catatan: Freedom of Information Network Indonesia (FoINI) merupakan jaringan organisasi masyarakat sipil dan individu yang intensif mendorong keterbukaan informasi di Indonesia. Beberapa organisasi yang tergabung dalam FoINI adalah: Indonesian Parliamentary Center; Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia; Indonesian Center for Environmental Law (ICEL); Transparency International Indonesia (TII); Perkumpulan Inisiatif; Indonesia Corruption Watch (ICW); Seknas FITRA; PLH Kalimantan Utara; GeRAK Aceh; Gemawan Kalimantan Barat; Pusako FH Universitas Andalas; Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem); Perkumpulan Idea; SOMASI-NTB; PWYP Indonesia; PATTIRO BANTEN; YAPPIKA-ActionAid; PATTIRO Serang; PUSPAHAM SULTRA; YASMIB Sulawesi; LRC-KJHAM Semarang.


Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: M.J. Putra

Tags

Rekomendasi

Terkini

X