JAKARTA, Klikanggaran.com--Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak atas perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Pemerintah Kota Semarang telah mengatur prosedur pemungutan BPHTB dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tanggal 13 Januari 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan serta diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota Nomor 2 Tahun 2011 tanggal 14 Januari 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan BPHTB. Pengelolaan BPHTB berada pada Bidang Pengelolaan PBB dan BPHTB Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang. Mekanisme teknis pengelolaan pajak BPHTB telah diatur dengan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang mulai berlaku efektif tanggal 18 Desember 2017. Menurut SOP pihak yang dikenakan BPHTB adalah pihak pembeli yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan. Pemungutan pajak BPHTB dilakukan secara Self Assessment yaitu WP menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang. WP mengurus Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Pejabat Lelang sesuai peraturan perundangan.
Berdasarkan data yang dihimpun klikanggaran.com terkait BPHTB pada Bapenda Kota Semarang diketahui permasalahan sebagai berikut:
Pertama, terdapat Potensi Pendapatan BPHTB terutang dari Program Sertifikat Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)
Tahun 2017-2018 terdapat program pemerintah pusat yang disebut Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Program PTSL adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam satu wilayah desa/kelurahan. Program PTSL ini dapat menerbitkan hak atas tanah tanpa harus melunasi pajak BPHTB terlebih dahulu. Dalam Peraturan Kementerian Agraria disebutkan bahwa dalam percepatan PTSL pelunasan pajak BPHTB tidak menjadi persyaratan kelengkapan berkas, tetapi menjadi pajak terhutang dari pemilik tanah yang bersangkutan. Untuk penerbitan Keputusan Pemberian Hak, peserta PTSL harus melampirkan bukti pembayaran Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB). Peralihan hak atau perubahan atas Buku Tanah dan Sertipikat Hak atas Tanah hanya dapat dilakukan setelah yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa BPHTB terhutang dan/atau PPh terhutang tersebut sudah dilunasi oleh masing-masing wajib pajak.
Diinformasikan bahwa Tim BPK melakukan koordinasi dengan Kantor Pertanahan Kota Semarang untuk meminta data atas sertifikat hak atas tanah yang telah diterbitkan berdasarkan program PTSL tersebut. Dari hasil konfirmasi BPK tersebut diketahui selama tahun 2017 sampai dengan Juni 2018 Kantor Pertanahan Kota Semarang telah menerbitkan 5.696 sertifikat hak tanah berdasarkan program PTSL tersebut. Dari 5.696 sertifikat tersebut yang masih memiliki pajak BPHTB terutang sebanyak 1.051 sertifikat selama tahun 2017.
Kedua, Laporan Bulanan yang Disampaikan PPAT Camat Tidak Lengkap
Pelayanan BPHTB dapat dilaksanakan melalui PPAT (Notaris/Camat) dan Kantor Lelang. Selama tahun 2017 dan 2018 laporan Bulanan oleh PPAT/Notaris telah dilaporkan secara tertib, sedangkan PPAT Camat belum lengkap. Berdasarkan laporan monitoring yang dibuat oleh Bapenda, dari 16 kecamatan di Kota Semarang hanya tiga kecamatan yang rutin mengirimkan laporan bulanan.
Pada sistem e-BPHTB tercantum PPAT kecamatan yang menandatangani SSPD BPHTB, tetapi setelah dikonfirmasi kepada Kecamatan diketahui bahwa kecamatan tidak membuat/menerbitkan akta atas BPHTB yang telah dibayarkan tersebut.
Hasil konfirmasi BPK dengan Camat Semarang Selatan dan Camat Gajahmungkur diketahui bahwa WP meminta tanda tangan dan stempel camat sebagai PPAT untuk melengkapi pembayaran SSPD BPHTB terutang atas sertifikat yang telah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan dari program PTSL. PPAT Camat akan memberikan laporan bulanan jika terdapat akta yang diterbitkan dari kecamatan tersebut. Sedangkan WP yang hanya meminta tanda tangan untuk melengkapi SSPD BPHTB tidak pernah dicatat/diagendakan oleh kecamatan, sehingga belum tentu PPAT kecamatan yang tertulis di sistem e-BPHTB akan menerbitkan sertifikat/akta atas BPHTB yang telah dibayarkan oleh WP. Belum ada kebijakan dan sosialisasi yang jelas terkait pelayanan BPHTB dan laporan bulanan ke Bapenda untuk PPAT Camat.
Dari rekapitulasi laporan monitoring Pembuatan Akta PPAT tentang Peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan yang dibuat oleh Bapenda terdapat kecamatan yang tidak konsisten dalam memberikan laporan bulanan. Monitoring laporan bulanan dari PPAT Camat selama tahun 2017 sampai dengan Juni 2018 yang dilaporkan ke Bapenda disajikan dalam lampiran 18.
Ketiga, Keterlambatan Penyampaian Laporan Kantor Lelang
Berdasarkan Peraturan Walikota disebutkan bahwa PPAT/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang wajib melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Walikota. Di Kota Semarang terdapat beberapa PPAT Notaris/Camat dan satu kantor lelang.
Dari hasil monitoring laporan pelayanan BPHTB atas lelang selama tahun 2017 sampai dengan Juni 2018 penyampaian laporan bulanan dari kantor lelang yang dilaporkan ke Bapenda terlambat. Terdapat 53 WP yang telah diverifikasi dokumen pembayaran pajak BPHTB sebesar Rp3.234.588.506,00, namun laporan bulanan dari KPKNL terlambat karena beberapa laporan yang dikirim KPKNL dikembalikan oleh kantor pos. Konfirmasi dengan bagian pelayanan BPHTB diketahui bahwa untuk verifikasi SSPD BPHTB dari hasil lelang selalu dilampirkan kutipan lelang atas sertifikat tanah yang diperolehnya. Bapenda belum pernah menegur dan mengenakan denda/sanksi administratif kepada Kantor Lelang atas ketidakpatuhan penyampaian laporan tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan atas dokumen monitoring laporan harian penelitian BPHTB lelang dari bulan Januari- Juni 2018 diketahui terdapat KPKNL Semarang yang belum menyampaikan laporan bulanan lelang.