IPW: Slogan Polri,  Promoter Artinya Promosi Orang-Orang Tertentu!

photo author
- Selasa, 24 Desember 2019 | 09:16 WIB
images_berita_Ags16_1-Neta
images_berita_Ags16_1-Neta


JAKARTA, Klikanggaran.com--Indonesia Police Watch (IPW) menyayangkan bantahan Istana soal Jokowi membangun "Geng Solo" di Polri. Bantahan itu tidak sesuai kenyataan. Seharusnya Istana introspeksi karena upaya membangun "Geng Solo" itu sudah merusak sistem karier di Polri dan membuat frustrasi di internal kepolisian. Demikian disampaikan Neta S. Pane, Ketua Presidium IPW, dalam rilisnya yang diterima Klikanggaran.com


Menurut Neta, saat ini IPW melihat keresahan yang dalam di kalangan perwira Polri. Mereka merasakan slogan Promoter bukan lagi berarti Profesional, Modern, dan Terpercaya, melainkan  sudah menjadi Promosi Orang Orang Tertentu, yang dekat dengan kekuasaan.


Menurut pandangan IPW, memang, dalam menentukan posisi di Polri, sah-sah saja Jokowi memilih kolega-koleganya yang dulu berdinas di Solo. Sebab ini, bagian dari privilese seorang Panglima Tertinggi. Cara seperti ini tentunya merupakan berkah tersendiri bagi perwira yang pernah bertugas di Solo. Namun, hendaknya dalam menggunakan privilise itu, Jokowi tidak merusak tatanan, hierarki, dan sistem karier yang sudah dibangun Polri sejak lama.


Neta memberikan beberapa contoh. Lihat saja mantan Kapolresta Solo yang kariernya sangat moncer. Kapolda NTB Irjen Nana Sudjana lulusan Akpol 1988B yang lompat menjadi Kapolda Metro Jaya. Inilah pertama kali dalam sejarah Polri ada Kapolda dari luar Jawa yang langsung menjadi Kapolda Metro Jaya. M. Iriawan saja dari NTB ke Jabar dulu dan ke Propam, baru kemudian menjadi Kapolda Metro Jaya. Lalu, Listyo Sigit Prabowo. Lulusan Akpol 1991 itu kini menjabat Kabareskrim Polri dengan pangkat Komjen. Selama ini perwira yang menjadi Kabareskrim adalah Irjen senior yang pernah menjabat Kapolda tipe A. Yang paling spektakuler adalah Ahmad Lutfi usai menjabat Kapolresta Solo dan sukses mengawal pernikahan Putri Jokowi, langsung mendapat promosi sebagai Wakapolda Jawa Tengah. Perwira non-Akpol ini menjadi Wakapolda usai mengikuti pendidikan. Biasanya usai mengikuti pendidikan, perwira Polri menjadi Anjak dulu atau menjabat posisi di Mabes Polri dengan pangkat tetap Kombes, baru kemudian mendapat promosi menjadi Brigjen.


Bandingkan dengan "Geng Solo" dari kalangan TNI yang kariernya tidak semoncer "Geng Solo" dari Polri. Dandim Surakarta saat Jokowi menjadi Walikota Solo, Widi Prasetijono, misalnya, hingga kini masih berpangkat Brigjen. Lulusan Akmil 1991 itu masih menjabat Danrem 091/Aji Surya Natakesuma di Kaltim. Begitu juga Bakti Agus Fadjari Akmil 1987 yang menjabat Danrem Solo saat Jokowi jadi Walikota Solo hingga kini masih menjabat Aster Kasad, dengan pangkat Mayjen.


Di sepanjang tahun 2019 ini di Polri memang terlihat ada fenomena untuk merusak sistem karier yang sudah dibangun selama ini. Hierarki, senioritas, dan sistem urut kacang makin ditabrak tabrak serta dihancurkan. Kapolda Papua Barat, misalnya, tiba tiba bisa jadi Assop Polri. Karorenmin Bareskrim bisa jadi Asrena. Jabatan Asisten sepertinya makin tak berharga dan tak bergengsi lagi. Dan tidak perlu diisi oleh perwira yang berpengalaman. Padahal dulu diisi para jenderal senior yang sudah punya pengalaman malang melintang di organisasi kepolisian. Sepertinya organisasi Polri terlihat makin kacau dan semaunya.


Hal ini terjadi akibat politik kepentingan elitenya dan bukan kepentingan organisasi kepolisian. Awalnya kasus kasus perwira yang "melompat" dinilai hanya untuk menghindari tekanan politik sehingga dianggap tidak menjadi masalah bagi Polri, meski ada perwira yang "melompat" melewati empat angkatan. Tapi, belakangan fenomenanya makin kacau. Institusi Polri terlihat makin tidak taat hierarki. Proses karier tidak lagi harus urut kacang dan tidak harus mengikuti penggolongan senior yunior untuk  jabatan tertentu yang strategis. Tapi lebih pada faktor kedekatan dengan orang orang tertentu. Institusi Polri terlihat makin tidak mendalami esensi pembinaan karyawan (binkar) di dalam kepolisian.


Neta menegaskan bahwa jika dibiarkan, situasi ini bisa berdampak negatif bagi lingkungan dalam Polri. Anggota Polri semakin tidak punya pegangan dalam menapaki  jenjang kariernya. Sistem yang terjadi di Polri sekarang ini bukan out off the box tapi kekonyolan yang bisa membuat frustrasi dan menghancurkan institusi Polri.


Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tim Berita

Tags

Rekomendasi

Terkini

X