Jakarta,Klikanggaran.com - Indonesia ingin memanfaatkan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Salah satunya dengan mengisi pasar ekspor China ke AS yang melonggar karena perang tarif impor kedua negara tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, strategi yang dilakukan untuk memanfaatkan perang dagang tersebut adalah dengan menggenjot ekspor ke AS. Nilai yang dibidik sekitar sekitar 10 persen dari total nilai ekspor China ke AS USD 200 miliar.
"Industri yang keluar dari AS hampir USD 200 miliar. Kita mau cari target bisa enggak 10-20 persen (sekitar USD 20 miliar) itu kita pindahin ke Indonesia. Mereka bilang sangat optimis, Ketua Wakil Kadin AS optimistis," Ujar Luhut di kantornya, Jakarta, Jumat (13/9).
Luhut mengaku meningkatkan ekspor ke AS jauh lebih mudah dibandingkan menarik investasi asing dari negara tersebut ke Indonesia. Sebab, saat ini AS pun sedang sibuk mengurus ekonomi negaranya karena imbas perang dagang dengan China.
Untuk membidik USD 20 miliar ekspor ke AS, ada tiga tahapan ekspor. Pada enam bulan pertama, Indonesia berencana mengekspor furnitur, garmen, tekstil, dan makanan-minuman ke sana.
Lalu enam bulan kedua, Indonesia berencana ekspor mobil ke AS. Luhut mengklaim AS sangat tertarik pada produksi mobil di Indonesia, tapi dia tidak menyebutkan detail merek mobil yang dilirik.
"Periode ketiga masuk pada electric car jadi bikin baterai karena mereka tahu kita lagi buat lithium. Kita akan masuk ke global supply chain," jelas dia.
Luhut menjelaskan, AS sendiri tertarik ke Indonesia usai bertemu dengan China. Menurutnya, pasar Indonesia potensial untuk bisa memenuhi ekspor ke AS.
Untuk mendukung kerja sama ini, Luhut sudah meminta para pengusaha yang tergabung dalam Kadin dan Apindo untuk mempersiapkan diri. Pun dengan perbankan nasional diminta memberikan kemudahan pendanaan bagi perusahaan yang ekspor ke AS, yakni empat bank BUMN dan tiga bank swasta.
"Saya ke AS nanti akan bicara dengan beberapa kepala perusahaan misal furniture itu ada Hotel Marriot, kan mereka punya hotel 70 ribu. Kalian bayangin menyuplai itu kita enggak akan mampu kalau suplai sendiri (karena itu ajak produsen furnitur lain). Belum Grand Hyatt dan lainnya," Tandasnya.
Hanya saja, Publik menilai apakah mampu Indonesia menaikan ekspor tersebut ke Amerika Serikat yang sekarang sedang dilanda defisit terbesar 7 tahun tahun belakangan ini senilai USD 1 Triliun. Belum lagi kebijakan pemimpin AS cukup memberikan dampak yang sangat berpengaruh terhadap beberapa kondisi.
Karena memang porsi ekspor Indonesia ke AS dan China mencapai 25%, sehingga dampak negatif akan sangat mempengaruhi permintaan pasar ekspor Indonesia, dan perang dagang yang kini semakin memanas juga akan berpotensi melemahkan Neraca Perdagangan dan mata uang Rupiah.
"Apakah bener-bener mampu Indonesia mengambil celah melalui komoditi ekspor tersebut, jangan hanya berfokus ke peluangnya saja, dikhawatirkan jika terseret kepusaran perang dagang yang menjadi celah geopolotik antar dua negara tersebut. Sebab, selain perang dagang, ada dugaan kuat kedua negara tersebut juga melangsungkan perang ideologi lhoo," Cetus Publik.