Haruskah Airlangga Direshuffle?

photo author
- Jumat, 29 Desember 2017 | 12:34 WIB
images_berita_Nov17_Airlangga
images_berita_Nov17_Airlangga

Jakarta, Klikanggaran.com (29/12/2017) - Pekan ini muncul wacana baru tentang perlu atau tidak dilakukan reshuffle terhadap Airlangga sebagai Menteri Perindustrian. Namun yang jelas, itu semua tergantung kebutuhan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan.

Seperti yang dinyatakan Emrus Sihombing selaku Direktur Eksekutif EmrusCorner kepada Klikanggaran.com, bahwa bisa saja ada tiga kemungkinan terkait dilakukan atau tidaknya reshuffle terhadap Airlangga oleh Presiden.

Pertama, tidak perlu direshuffle. Karena masa kerja kabinet Jokowi tinggal kurang dari dua tahun. Bila Kementerian Perindustrian dipimpin menteri baru, maka akan membutuhkan waktu setidaknya 6 bulan untuk penyesuaian, memahami isi "perut", mempelajari dan mengendalikan budaya kerja di Kementerian Perindustrian.

Memang, ada anggapan bahwa, bila Airlangga tidak direshuffle, seolah tejadi ketidakkonsistensian Presiden, bahwa menteri tidak boleh rangkap jabatan di partai. Wiranto sendiri pun misalnya, melepaskan posisi Ketum Hanura setelah menjadi Menkopolhukam.

“Ketidakkonsistensian seorang pemimpin atau presiden bukan terletak pada level taktis atau teknis. Seperti direshuffle atau tidaknya seorang menteri. Tetapi, konsistensi terletak pada garis filosofis dan ideologi sebagai pijakan kebijakan dan program yang dijalankan. Sebab, Presiden itu pemimpin yang mengedepankan kepentingan bangsa dan negara yang lebih luas, yang tidak boleh terjebak pada rana taktis dan teknis,” tutur Emrus.

Selain itu Emrus melihat, ada sisi positif bagi Presiden bila tidak mereshuffle Airlangga, antara lain, program Jokowi di Kementerian Perindustrian dapat terus berjalan di sisa masa kerja kurang dari dua tahun ke depan. Dan, sekaligus sarana bagi mereka berdua melakukan komunikasi politik dalam konteks kebangsaan atau disebut sebagai politik negara.

Kemungkinan yang kedua, dilakukan reshuffle kepada Airlangga, namun penggantinya sebaiknya mantan Menteri Perindustrian dari partai Golkar juga, misalnya Mohamad Suleman Hidayat. Dengan demikian, tugas-tugas di kementarian ini langsung bisa "injak gas", melaju terus. Tidak perlu butuh waktu banyak untuk penyesuaian.

Kemungkinan ketiga, Airlangga direshuffle dengan pengganti sosok baru di Kementerian Perindustrian. Tentu ini akan berpotensi menimbulkan "gangguan" kinerja di Kementerian Perindustrian sebagai kebalikan dari kemungkinan pertama dan kedua.

Berdasarkan tiga kemungkinan tersebut di atas, terlepas dari pertimbangan politik Presiden, maka kemungkinan yang pertama menurut Emrus lebih baik dan rasional. 

“Sedangkan kemungkinan kedua hanya sekedar menjaga konsistensi bahwa menteri tidak bisa menjabat di struktur partai dapat terpenuhi, yang menurut saya, tidak begitu mendasar dan tidak substansial,” tutup Emrus.

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kit Rose

Tags

Rekomendasi

Terkini

X