Pertamina Beli Blok Migas Bajay Seharga 2 Bus Jumbo

- Senin, 29 Agustus 2016 | 09:51 WIB
images_berita_Ags16_bajaj-n-bus
images_berita_Ags16_bajaj-n-bus

Jakarta, Klikanggaran.com - Impian PT. Pertamina (Persero) ingin menjadi perusahaan energi kelas dunia mendadak terhenti sejenak. Tanpa alasan jelas, Pertamina ibarat melepaskan kesempatan emas menyusul batalnya rencana akuisisi Blok Migas West Qurna 2 yang berada di Irak. Diketahui, West Qurna 2 termasuk blok migas paling subur di Irak, bahkan termasuk terbesar nomor 2 di dunia setelah Blok Ghawar di Saudi Arabia.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman mengatakan bahwa pembatalan itu semakin janggal karena Pertamina pada Oktober 2015 telah menyewa lembaga auditor Pricewaterhouse Coopers (PwC) untuk melakukan audit finansial terhadap blok yang dikelola LukOil itu. Adapun hasil audit finansial tersebut adalah sangat baik dan positif. Kemudian, due diligence (uji kelayakan) pun sudah dilakukan tim teknis Pertamina yang dilakukan pada periode Februari hingga Juni 2015.

 

“Celakanya beredar kabar, sejak pertengahan Agustus 2016 LukOil asal Rusia, pemilik hak pengelolaan Blok West Qurna 2, telah menutup peluang Pertamina untuk mengakuisisi sahamnya sebesar 30 persen dari nilai 75 persen milik LukOil. Ini ada apa?” tanya Yusri.

Yusri memaparkan bahwa produksi West Qurna 2 sekarang sekitar 450 ribu barel per hari (BPH) dan pada 2019 diperkirakan akan mencapai 1,2 juta BPH. Kemudian mencoba membandingkan dengan saham milik Jean Prancois Heinin melalui perusahaan Pasifico yang dibeli Pertamina sekarang di Prancis (Maurel & Prom). Itu pun menurut Yusri bukan membeli asset, melainkan membeli saham induk (holding), dengan harga 201,2 juta euro setara Rp 2,9 Triliun.

Direktur Keuangan Pertamina, Arief Budiman mengamini rilis Dirut Pertamina, Dwi Sucipto hari Jumat (26/8/2016), padahal produksinya hanya sekitar 25.000 barel per hari (BPH) di 3 negara Gabon, Tanzania, dan Nigerian, serta total cadangannya hanya sekitar 250 juta barel,” tandas Yusri dalam pembicaraan panjangnya, Senin (29/8/2016).

Yusri menjabarkan lebih detail, berdasarkan data yang diperoleh, semula LukOil menawarkan kepemilikan 30 persen sahamnya di West Qurna 2 seharga sekitar USD 1,2 miliar atau setara Rp 15,864 triliun (kurs Rp 13.220), dengan asumsi harga minyak saat itu USD 70 per barel.

“Kalau saat ini harga minyak rata-rata di bawah USD 45 per barel, tentu kalau Pertamina serius melakukan negosiasi bisa dapat harga di bawah USD 1 miliar. Tapi, kini peluang itu sudah tertutup dan hilang. Hal itu disebabkan pada batas terakhir, Pertamina tidak memberikan harga indikasi kepada LukOil. Harganya juga relatif murah. Anehnya, kenapa Pertamina melepas kesempatan tersebut? Hal itulah yang harus segera dijelaskan Pertamina ke publik, sehingga tidak ada kesan, membeli bajay koq seharga 2 bus jumbo,” jelas Yusri.

Sepintas peta dibuat oleh Yusri, bahwa lantaran kalah cepat, kesempatan membeli 30 persen saham LukOil di West Qurna 2 pun ditelikung oleh Petronas, Mitsubishi, dan CNPC. Situs resmi LukOil menjelaskan pada 12 Desember 2009, konsorsium LukOil dan perusahaan asal Norwegia, StatOil memenangkan tender pengembangan Blok West Qurna 2. Diperkirakan cadangan minyak di blok tersebut total mencapai 13 miliar barel, yang dihasilkan dari dua formasi utama, yakni Mishrif dan Yamama. Blok West Qurna Barat 2 adalah salah satu ladang minyak terbesar di dunia.

West Qurna 2 berlokasi di Irak selatan, 65 km di sebelah barat laut dari Kota Pelabuhan Utama Basra. Lapangan migas tersebut ditemukan pada 1973, setelah sebelumnya pada 1970-an ahli geologi asal Soviet (Rusia) melakukan sejumlah kegiatan eksplorasi. Saat ini luasan kontrak area West Qurna 2 mencapai 300 kilometer persegi.

“Pada 31 Januari 2010 pengembangan dan kontrak servis produksi (production service contract) untuk West Qurna (Tahap 2) diteken. Kontrak ini telah diratifikasi oleh dewan menteri Irak,” lanjut Yusri.

Adapun komposisi pemegang saham blok tersebut adalah Iraqi South Oil Company (perusahaan BUMN Irak) dan konsorsium termasuk LukOil yang memiliki 75 persen saham, perusahaan asal Irak bernama National Iraqi North Oil Company (25 persen), dan StatOil memiliki 18,75 persen saham sebelum saham tersebut akhirnya pada Mei 2012 dialihkan ke LukOil.

“Selanjutnya, pada Januari 2013 amandemen kontrak ditandatangani, antara lain menargetkan produksi hingga 1,2 juta BPH dengan masa produksi 19,5 tahun dan perpanjangan masa kontrak untuk periode 25 tahun,” tutup Yusri.

 

Halaman:

Editor: Kit Rose

Tags

Terkini

X