Kebijakan Keuangan Inklusif: Negara Maju vs Negara Berkembang

photo author
- Rabu, 27 April 2016 | 09:45 WIB
images_chess-1214226_640
images_chess-1214226_640

Jakarta, KlikAnggaran.- Chairuddin Syah Nasution (2016) melakukan studi terhadap  kebijakan  keuangan  inklusif  Pemerintah  negara-negara  G20 . Tujuan  studi tersebut adalah untuk  mengidentifikasi  berbagai  kebijakan  seperti apa  yang  telah  ditempuh  berbagai  negara  dalam  upaya  memperluas  akses  keuangan terutama  bagi  masyarakat  miskin  yang  terpinggirkan  (disadvantage  society),  dan selanjutnya  melihat  berbagai  perbedaan  kebijakan  yang  ditempuh  negara-negara  yang sudah  lebih  maju  tingkat  kesejahteraan  sosial  ekonominya  (welfare  state)  dibandingkan dengan  negara-negara  yang  sedang  berkembang  (developing  countries),  serta mengevaluasi  kesamaan  kebijakan  keuangan  inklusif  di  antara  negara  yang  sedang berkembang.

Hasil studi itu menunjukkan, berbagai langkah kebijakan negara-negara anggota G20 dalam  penanggulangan  kemiskinan,  sangat  dipengaruhi  oleh  kondisi  ekonomi  dan keuangan,  sosial,  budaya,  teknologi,  geografi  serta  kondisi  politik  di  masing-masing negara anggota. Dengan melihat beberapa indikator keuangan inklusif antara negara- negara  maju  dan  berkembang,  diketahui  bahwa  kepemilikan  rekening  di  negara-negara maju seperti Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara OECD saat ini rata-rata berada di atas 50 persen terhadap jumlah penduduknya dan berbanding terbalik dengan negara- negara berkembang seperti Afrika, Amerika Latin, dan Asia Timur yang berkisar rata-rata 30 persen. Lebih jauh, besarnya persentase kepemilkan rekening di negara-negara maju berbanding lurus dengan tingkat pendapatan per kapita yang rata-rata di atas US$20.000. Semakin  tinggi  GDP  per  kapita,  semakin  tinggi  pula  persentase  kepemilikan  rekening  di lembaga keuangan formal. Sebaliknya, semakin rendah GDP per kapita di negara-negara berkembang  maka  persentase  kepemilikan  rekening  semakin  rendah  (Investor  Daily,2012)

Apabila dilihat  dari  perbandingan  akses keuangan,  di  negara maju hanya 8  persen dari  jumlah  penduduknya  yang  belum  memiliki  akses  keuangan,  sedangkan  di  negara- negara  berkembang  mencapai  59  persen.  Di  sisi  lain,  dari  sisi  penyaluran  kredit,  di negara-negara  berkembang  baru  dalam  kisaran  35  persen  dari  Produk  Domestik  Bruto (PDB), sedangkan di Malaysia sudah mencapai 100 persen. Sementara itu, di Indonesia baru  20  persen  penduduk  Indonesia  berusia  diatas  15  tahun  yang  memiliki  akses  ke sektor keuangan. Lebih jauh, hanya 2 juta orang atau kurang dari 1 persen dari 230 juta penduduk  Indonesia  yang  bisa  mengakses  pasar  modal.  (Damayanti,  dalam  Faisal Rahman, 2013)

Berdasarkan hasil studi tersebut, disarankan bahwa  diperlukan pembelajaran  (lesson  learned)  dari  negara-negara  berkembang  lainnya  dan  negara- negara  maju  agar  diperoleh  gambaran  serta  arah  kebijakan  masing-masing  negara  di dalam  pengembangan  kebijakan  keuangan  inklusif  sehingga  dapat  dijadikan  acuan secara  selektif  dan  prioritas  untuk  menyusun  kebijakan  keuangan  inklusif  yang  lebih komprehensif  di  Indonesia  dalam  jangka  pendek,  menengah  dan  panjang  secara berkelanjutan.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Mang Kamil

Rekomendasi

Terkini

X