Jakarta, Klikanggaran.com - Keadilan gender terus menjadi isu yang selalu terkini dan diperkuat oleh setiap negara. Tak terkecuali keadilan gender dalam hal politik perempuan, yakni peningkatan kapasitas perempuan dalam berpolitik, dan kebijakan publik mengenai perempuan. Delegasi parlemen Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh DPR RI menghadiri sidang Inter-Perliamentary Union (IPU) di Jenewa, Swiss. Keterlibatan perempuan dalam menyusun kebijakan publik juga menjadi tuntutan di negara modern.
Irine Yusiana Roba Putri yang mewakili DPR RI pada acara tersebut mengemukakan bahwa saat ini RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender terus dibahas oleh DPR dan terus mengupayakan penghentian kekerasan pada perempuan. Pernyataan itu disampaikan melalui rilis resminya kepada para wartawan di Indonesia.
“DPR RI saat ini sedang merumuskan RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender, juga RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang bertujuan, salah satunya memberi kemudahan perempuan saat melaporkan kekerasan kepada pihak kepolisian,” ungkap Irine pada Forum of Women Parliamentarians, Minggu (23/10/2016).
Dalam lingkup anggaran, perempuan perlu ditingkatkan perannya, yaitu dalam pengawasan kebijakan, juga dalam fasilitas publik yang masih didominasi oleh laki-laki.
“Kebijakan dibuat, diawasi, dan dilaksanakan oleh laki-laki. Perempuan kurang mendapat tempat di sini (pengawasan anggaran),” tegas Irine.
Fakta lainnya diungkapkan IPU, bahwa hasil survey IPU terhadap 55 anggota parlemen perempuan dari 39 negara, hasilnya adalah 82% politikus perempuan mengalami kekerasan psikologis, 44% mengalami ancaman kekerasan, dan 65% mendapat komentar negatif dari competitor atau parpol lain. IPU yang beranggotakan 138 negara itu berkomitmen memastikan perempuan bisa berpartisipasi dalam politik.
Politisi dari PDI-P tersebut menyatakan bahwa kekuatan parlemen perempuan sangat kuat dan akan mewjudkan politik perempuan yang berkeadilan.
“Catatan Komnas Perempuan Indonesia menunjukkan bahwa kandidat perempuan menghadapi lebih banyak ancaman dan intimidasi daripada kandidat laki-laki. Hal ini tidak boleh dibiarkan. Dan, kami anggota parlemen perempuan berkomitmen mewujudkan politik yang lebih ramah bagi generasi perempuan Indonesia berikutnya,” kata politisi PDI Perjuangan ini.