Jakarta, Klikanggaran.com - Inovasi Pertanian menjadi salah satu alternatif untuk membangun pertanian kita yang berkualitas dan berdaya saing dalam hasil produksi dan kualitasnya. Petani membutuhkan jaminan pengaturan yang pasti dari pemerintah, agar tiap gerakan menuju perbaikan dapat berjalan dengan baik.
Diperlukan sikap tegas dari pemerintah untuk mengawal perjalanan petani, di samping itu petani juga perlu pasar yang jelas, harga yang stabil, penegakan hukum, pendidikan pertanian yang baik, jaminan sosial, dan jaminan kesehatan. Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan potensi pertaniannya, sudah semestinya jika Indonesia mampu mencukupi kebutuhan pangannya sendiri, paling tidak memenuhi kebutuhan pokok seperti beras.
Tapi, bagaimana faktanya? Profesi petani sekarang ini bukan profesi yang menarik lagi bagi sebagian penduduk Indonesia, karena tidak ada jaminan soal harga jual dari pemerintah di masa panen, tidak ada jaminan saat musim tanam yang biayanya terlalu tinggi, sehingga banyak petani yang bangkrut dan akhirnya beralih profesi menjadi buruh dan pekerja serabutan.
Kondisi demikian menyebabkan banyak mata mengarah ke proses berjalannya pemerintahan. Jokowi-JK yang sudah 2 tahun menjalankan roda pemerintahan dianggap tidak mampu mengobati kegelisahan rakyat, khususnya petani, akan kondisi yang semakin tidak jelas ini, tidak menunjukkan kondisi membaik, khususnya ketersediaan beras oleh pertanian kita, bahkan cenderung makin memburuk.
Ketua PP GP Ansor Bidang Pertanian, Kedaulatan Pangan, dan ESDM, Adhe HM Musa Said menyampaikan terkait rilis data BPS yang menampilkan data impor beras per Januari hingga September 2016, total impor beras Indonesia sudah mencapai 1,14 juta ton, atau senilai US$ 472,5 juta. Sedangkan untuk periode yang sama di tahun sebelumnya, impor beras hanya sebesar 229, 6 ribu ton, atau setara US$ 99,8 juta.
Adhe mengatakan, rilis data BPS tersebut adalah sebuah tamparan keras bagi pemerintah Jokowi-JK, karena telah menunjukkan kecenderungan yang sangat buruk untuk 2 tahun pertama program swasembada beras. Padahal, sekitar 2 minggu lalu Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, menjamin bahwa Pemerintah Indonesia tidak akan mengimpor beras, karena kebutuhan beras di dalam negeri masih cukup hingga tahun depan. Mendag mengklaim, saat ini tidak ada satu pun izin impor yang dia keluarkan.
Jika memang benar demikian, siapa kemudian yang telah meng-impor beras tersebut? Apakah data impor di BPS tersebut salah? Kemudian melalui media Menteri Pertanian, Amran Sulaiman merespon data BPS dengan menyebut bahwa impor beras tersebut masih sangat kecil dibanding data produksi beras (sumber data tidak jelas) hanya klaim Mentan Amran. Menurut Adhe tidak seharusnya Menteri Pertanian bicara seperti itu. Karena sepanjang pengetahuannya, yang mempunyai otoritas data pemerintah resmi adalah BPS.
Menyikapi itu semua, Adhe menghimbau agar Presiden tegas terhadap semua Menteri-Menterinya, yang cenderung sembarangan mengeluarkan data, bikin bingung iklim investasi kita. Menurut Adhe, para menteri seharusnya jangan mempersulit upaya pemerintahan Jokowi-JK dalam memperbaiki kesejahteraan petani. Sistem, kebijakan, dan tata kelola pertanian harus dibenahi dengan benar, bukan sedikit-sedikit impor, apalagi setiap tahun jumlahnya semakin meningkat.