Mataram, Klikanggaran.com - Jumlah desa / kelurahan se-Indonesia menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan yaitu 74.754 (Tujuh Puluh Empat Ribu Tujuh Ratus Lima Puluh Empat). Kalau masing-masing desa mendapatkan 1 milyar rupiah, maka banjir uang akan mengguyur desa dan kelurahan per tahun sebanyak kurang lebih Rp. 74,754,000,000,000.- (Tujuh Puluh Empat Triliyun, Tujuh Ratus Lima Puluh Empar Miliyar). NTB dengan 10 kab/kota, 116 kecamatan, dan 1,141 desa akan menerima 1.1 trilyun rupiah. Nah, kelak akan seperti apakah bentuk pemanfaatan uang sebanyak itu?
Menurut TGH, Hasanain, Venezuela, di zaman Presiden paling populer dan fenomenal Hugo Chaves; pernah mendapatkan durian runtuh dengan melonjaknya harga minyak dalam waktu yang sangat lama, sehingga masyarakat yang sudah begitu lama mendendam dengan kemiskinan laiknya berpesta pora dengan badai duit dari pemerintah, hasilnya? Sekarang Venezuela kembali terpuruk. Triliunan uang itu mirip seperti segalas air yang dituangkan ke gurun pasir, lenyap tidak membekas. Masyarakat yang kalap menghadapi kemiskinan memutuskan untuk membagi-bagi uang itu agar cepat habis dan selanjutnya minta lagi dan minta lagi, sampai Hugu Terbunuh dan harga minyak anjlok lagi.
“Jerman punya cerita lain, konsep membangun dari desa di terapkan dengan cara berbeda. Seorang Walikota, Friedrich Wilhelm Raiffeisen (1818-1888), yang menjabat sebagai Walikota Flammersfeld/Westerwald, Jerman, pada 1848, setelah nyaris putus asa dengan pola karitatif (membunuh kemiskinan dengan bantuan) yang justru semakin membuat rakyatnya ketagihan dengan sumbangan dan pemberian. Apa yang terjadi justru antrean yang semakin panjang dari orang-orang miskin untuk berebut sedekah. Alhasil, dia merubah prinsipnya bahwa orang miskin akan lepas dari kemiskinannya dengan solidaritas di antara orang miskin tersebut untuk saling membantu," urai Hasanain.
Raiffeisen berhenti membagi-bagi uang tetapi menjadikan semua uang yang berhasil dikumpulkan dari berbagai upaya sebagai modal untuk membangun dua sisi kehidupan masyarakat: (1) Berkampanye untuk menanamkan 3 jenis mentalitas yaitu (a) konsep menolong diri sendiri (self help), (b) mengelola sendiri (self-governance), dan (c) tanggung jawab sendiri (self-responsibility). (2) berikutnya adalah membangun pusat-pusat produksi dimana masyarakat bekerja bersama, untuk mereka bersama dan demi masa depan mereka bersama. Pendek kata kemajuan Jerman saat ini tidak bisa dilepaskan dari apa yang telah dilakukan Raiffeisen dan masyarakatnya yang memberikan dukungan penuh kepadanya.
Lebih lanjut TGH. Hasanain menjelaskan, kembali kepada dana desa yang 1 milyar/ tahun, apakah dengan 1001 alasan masyarakat akan membagi-bagi uang itu untuk dilenyapkan dengan semudah membalik telapak tangan? Atau, ada jenius sosial lain alias Raiffeisen Van NTB yang akan mengajak masyarakat untuk membudi dayakan 1 milyar itu menjadi katub-katub penyelamat masa depan?
“Dua sampai lima buah desa bisa urunan masing-masing satu milyar, bangun saingan Alfamart / Indomaret, kalahkan mereka agar uang kita tidak tersedot dan komoditas lokal bisa bangkit kembali,” ujar Hasanain.
Seluruh atau sebagian desa di Lombok Tengah (139 desa/kelurahan) bisa bersatu untuk membiayai 25% kawasan KEK Mandalika sehingga gemerincing duit dollar, Rial, Ringgit, Yuan, dan Rupiah dari pemasukan pariwisata tidak menjadi pemicu keributan nantinya.
Seluruh desa di Bima-Kota Bima bisa membiayai pembangunan kawasan wisata Teluk Bima dan kelak devidennya selama-lamanya untuk mereka. Begitu juga dengan desa-desa di Dompu untuk membangun kawasan wisata Teluk Saleh maupun Pulau Moyo.
Sebagian desa /kelurahan di Sumbawa bisa membeli alat berat untuk mencetak sawah dan kebun, seluas-luasnya sehingga kelak Sumbawa bisa menjadi gudang pangan NTB dan Indonesia.
Pada skup provinsi, Kabupaten Kota di Lombok bisa menggunakan dana desanya untuk urunan modal membangun jalan tol layang Lembar - Labuan Lombok (konon diperlukan 4.5 T). Ajak masyarakat bersabar lima tahun saja, setelah itu mereka akan mendapatkan deviden selama 30 tahun.
"Saya yakin di setiap kepala ada ide untuk memanfaatkan uang itu secara bijaksana, sebagaimana saya juga yakin bahwa kita bisa memproduksi ribuan alasan untuk membagi habis uang itu dengan begitu mudah," terang TGH. Hasanain pada wartawan, Senin (19/12/2016).