kebijakan

Wacana Revisi UU ITE

Kamis, 18 Februari 2021 | 16:57 WIB
images (1)

Pasal 27 ayat 3 tentang defamasi. Pasal ini dinilai dapat digunakan untuk merepresi masyarakat yang mengkritik pemerintah, polisi, atau Presiden.


Pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian. Pasal ini dapat merepresi agama minoritas serta represi pada warga terkait kritik pada pihak polisi dan pemerintah.


Pasal 29 tentang ancaman kekerasan. Pasal ini bermasalah lantaran dapat dipakai untuk memidana orang yang ingin melapor ke polisi. Pasal 36 tentang kerugian. Pasal ini dapat digunakan untuk memperberat hukuman pidana defamasi.


Pasal 40 ayat 2a tentang muatan yang dilarang. Pasal ini bermasalah karena dapat digunakan sebagai alasan internet shutdown untuk mencegah penyebarluasan dan penggunaan informasi hoaks.


Pasal 40 ayat 2b tentang pemutusan akses. Pasal ini bermasalah karena dapat menjadi penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan.


Pasal 45 ayat 3 tentang ancaman penjara dari tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dapat menahan tertuduh saat proses penyidikan.


Hapus pasal karet


Presiden Jokowi secara tegas telah meminta dihapuskannya pasal-pasal karet dalam UU ITE. Pasal-pasal dalam sebuah undang-undang tentu saja tidak boleh berpotensi multitafsir guna memberikan kepastian hukum seadil-adilnya.


Oleh karena itu kekhawatiran publik atas dugaan adanya pasal karet dalam undang-undang tersebut patut didengar pembuat undang-undang.


Menghapus pasal karet adalah sebuah keniscayaan. Tidak bisa tidak. Arti menghapus disini tentu saja dilakukan terhadap makna multitafsir yang ada.


Oleh sebab itu menghapus pasal karet bisa diartikan dengan menghilangkan sepenuhnya pasal tersebut, atau mengganti kata-kata dalam pasal tersebut sehingga menjadi jelas dan konkret.


Pakar keamanan siber dari CISSReC Pratama Persadha mendukung Presiden RI Joko Widodo dan DPR RI yang akan merevisi pasal karet dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19/2016.


Menurut Pratama, pasal-pasal berkaitan pencemaran nama baik dalam UU ITE dapat dihapus, lantaran sudah cukup diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).


Terlebih pasal tersebut juga kerap digunakan sebagai pelaporan banyak pihak yang pada gilirannya memberikan tekanan tersendiri bagi kepolisian atas banyaknya laporan yang harus segera ditindaklanjuti.


Menurut Pratama salah satu poin penting dalam revisi UU ITE adalah agar mampu mendorong aparat untuk mengusut dan menangkap aktor intelektual.

Halaman:

Tags

Terkini