kebijakan

FSGI Apresiasi Penundaan Asesmen Nasional Di Tengah Banyaknya Bencana Alam Pada Masa Pandemi Covid 19

Sabtu, 23 Januari 2021 | 20:15 WIB
siswa


KLIKANGGARAN--Pandemi belum bisa dikendalikan, namun disaat kasus covid 19 angkanya meningkat terus, beberapa wilayah di Indonesia mengalami bencana alam, diantaranya bencana banjir bandang, lonsor dan gempa bumi, seperti terjadi  di Kalimantan Selatan,  Sulawesi Barat dan Jawa Barat.


Saat ada bencana apapun, maka Anak-anak dan perempuan adalah kelompok rentan yang paling terdampak saat bencana, baik bencana alam maupun bencana non alam seperti pandemi covid 19 saat ini.


Oleh karena itu, saat bencana alam dan bencana non alam terjadi bersamaan seperti saat ini dialami beberapa wilayah di Indonesia, maka dapat dipastikan pemenuhan hak atas pendidikan dan pembelajaran akan  sangat sulit dilaksanakan, mengingat pembelajaran tatap muka (PTM) tidak bisa dilakukan karena sedang pandemic, selain itu di wilayah gempa, bisa saja gedung sekolah mengalami kerusakan.


Sementara itu, ketika harus pembelajaran jarak jauh (PJJ) pasti  banyak terkendala, mengingat buku-buku pelajaran dan alat tulis pasti ikut tertimbun reruntuhan bangunan atau rusak karena terendam air dan lumpur.


KPAI Soroti Kasus Siswi Nonmuslim Diwajibkan Berjilbab


“Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)  mengapresiasi Kemdikbud RI atas kebijakannya menunda pelaksaan Asesmen Nasional (AN) yang semula akan dilaksanakan pada Maret 2021 ditunda menjadi September-Oktober 2021. Salah satu alasan utama penundaan adalah meningkatnya jumlah kasus Covid-19 di Indonesia dan  terjadinya bencana alam disejumlah daerah  pada masa pandemic”, ujar Heru Purnomo, Sekretaris Jenderal FSGI yang juga Kepala SMPN 52 Jakarta.


Lakukan Pendataan Guru dan Siswa Yang Menjadi Korban Bencana Alam


Dari hasil pemantauan jaringan guru FSGI di wilayah Indonesia Timur, tepatnya di Sulawesi Barat, pada lokasi Gempa Bumi, diantaranya di Kabupaten Majene dan Mamuju. Gempa besar tersebut membuat banyak pengungsi khawatir jika harus mengungsi di gedung-gedung, mereka lebih merasa aman dan tenang ketika mengungsi di tenda-tenda darurat, padahal jumlah tenda sangat minim dan hujan deras kerap turun paca gempa terjadi.


“Pada saat bencana gempa terjadi, padahal pandemic covid-19 belum dapat dikendalikan, maka ancaman kesehatan dan keselamatan menjadi ganda. Menjaga jarak sangat sulit ketika harus berdesakan di tenda darurat, apalagi ketika jumlah anak-anak di lokasi pengungsian banyak,” ungkap Retno Listyarti, Dewan Pakar FSGI.


Retno menambahkan, “Pemerintah Daerah sedang mendata jumlah korban meninggal dan terluka, namun karena kondisi lapangan  (ada desa yang belum  dapat dijangkau karena terisolir), serta banyak pegawai pemerintah yang juga  menjadi korban, maka pendataan sedikit terhambat, termasuk pendataan pendidik dan peserta didik yang menjadi korban.


Apakah Penambangan Bitcoin China Berada di Balik Pemadaman Listrik Besar-Besaran Iran?


Dinas Pendidikan  Provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi Barat belum merilis  data berapa pendidik, tenaga pendidikan dan peserta didik yang selamat dan yang menjadi korban terluka atau mungkin meninggal dunia.


Yang menjadi konsen FSGI adalah keselamatan pendidik/guru, jika para guru selamat dalam musibah bencana alam tersebut, dan jaringan internet kembali pulih seperti semula, serta para guru yang mengungsi masih memiliki alat daring, maka para guru dapat membantu pendataan siswanya yang menjadi korban melalui grup whatsApp kelas.  Selain itu, para guru juga dapat memprediksi kapan saat yang tepat melakukan pembelajaran jarak jauh pasca gempa, menyesuaikan kondisi para siswanya. 


“Dalam situasi di pengungsian yang kurang nyaman, biasanya anak-anak senang bersekolah untuk hiburan dan mengisi waktu mereka sehari-hari”, pungkas Retno.

Halaman:

Tags

Terkini