kebijakan

Mengulas Efektifitas "Sirekap" dalam Pemilihan Serentak 2020

Sabtu, 5 Desember 2020 | 07:04 WIB
bawaslu-berhentikan-20-penyelenggara-pemilu-ad-hoc-yang-langgar-kode-etik


Jakarta,Klikanggaran.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dalam Pemilihan Serentak 2020 akan menggunakan Sistem Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) sebagai alat bantu dan uji coba untuk rekapitulasi hasil pemungutan dan penghitungan suara. Sirekap lebih dipilih oleh KPU dibandingkan Pemungutan Suara Elektronik (e-voting).
 
Menurut Anggota KPU RI, Pramono Ubaid Tanthowi, kedua sistem tersebut sama baiknya karena memanfaatkan kemajuan teknologi. Meski demikian tidak juga tepat jika menyebut salah satu di antara keduanya lebih modern atau menganggap negara yang menggunakan e-voting lebih maju teknologinya.


Pramono mencontohkan Korea Selatan yang secara teknologi sudah mumpuni, tetapi masih menerapkan pemungutan suara secara manual. Melihat data, kira-kira dari 178 negara yang memiliki lembaga penyelenggara pemilu seperti Indonesia hanya 46 negara yang menerapkan e-voting.
 
“Dengan segala kelebihannya, Sirekap diharapkan menjadi angin segar bagi perbaikan demokrasi elektoral di Indonesia. Apalagi sistem ini juga memanfaatkan kemajuan teknologi informasi,” ujar Pramono, dikutip siaran pers, Sabtu, 28 November 2020.
 
Anggota KPU RI Viryan mengingatkan pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemilihan harus juga didukung oleh kepercayaan masyarakat. Untuk itu trust public terhadap Sirekap harus terus disosialisasikan oleh seluruh jajaran KPU baik di tingkat pusat maupun provinsi dan kabupaten/kota.
 
"Caranya dengan menyosialisasikan dan mengedukasi masyarakat tentang metode baru yang akan digunakan dalam tahapan rekapitulasi pada Pemilihan Serentak 2020 nanti,” kata Viryan.
 
Hal senada juga disampaikan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang telah membantu KPU dalam memetakan jaringan TPS di seluruh daerah penyelenggara Pemilihan.
 
Menteri Kominfo, Johnny G Plate, menyatakan komitmen lembaga yang dipimpinnya dalam mendukung upaya demokrasi digital yang tengah digalakkan oleh KPU.
 
Menurut Menteri Johnny, transformasi digital yang terakseleratif sebagai dampak pandemi covid-19 memberikan dampak dalam aspek politik.
 
"Secara khusus Pilkada 2020, di mana informatika dan telekomunikasi memainkan peran yang vital dan signifikan untuk mendukung suksesnya pesta demokrasi dan sirkulasi demokrasi dalam kaitan penentuan pemimpin di daerah, gubernur, bupati dan walikota di 270 provinsi, kabupaten dan kota pada 9 Desember 2020," ujarnya dalam salah satu kesempatan.
 
Dalam kesempatan itu, Menteri Kominfo menegaskan kesungguhan bersama dengan penyelenggara dan ekosistem untuk memastikan kesuksesan Pemilihan Serentak 2020.
 
Menurutnya, Kominfo menyediakan infrastruktur telekomunikasi dan Informatika yang sudah digelar dan sedang gelar saat ini agar bisa dimanfaatkan secara optimal oleh penyelenggara dan peserta Pemilu.
 
“Dalam hal ini tentu berharap bahwa titik-titik sentral komunikasi, transmisi informasi, pemanfaatan teknologi informasi agar juga memperhatikan betul lokasi tersedianya sinyal 4G secara khusus, seperti misalnya penempatan TPS lokasi rekapitulasi dan seterusnya," ujarnya.


Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak mengandalkan Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) atau e-rekapitulasi dalam proses pemungutan suara Pilkada 2020 pada 9 Desember.


Meski telah melalui beberapa kali simulasi, Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, menyebut DPR, KPU, dan Bawaslu dalam rapat dengar pendapat (RDP) telah menyepakati bahwa Sirekap hanya digunakan sebagai alat bantu penghitungan rekapitulasi suara.


"Bawaslu perlu meminta kepada KPU untuk memposisikan Sirekap tidak dalam satu kesatuan proses rekapitulasi, namun sebagai alat bantu untuk mempermudah masyarakat mendapatkan akses publikasi hasil penghitungan suara," ujar dia dalam konferensi daring, Jumat (4-12).


Sirekap adalah aplikasi yang penggunaannya telah diatur dan wajib digunakan petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) untuk menghitung hasil suara pilkada yang digelar di tengah pandemi Covid-19.


Dalam penggunaannya, lembar berita acara hasil rekapitulasi suara (C1-KWK) yang sudah terisi hasil suara, akan dipindai dalam aplikasi Sirekap lewat ponsel petugas KPPS. Aplikasi Sirekap nantinya akan menampilkan data dari proses input C1-KWK.


Petugas KPPS kemudian mengirimkan hasil foto kepada saksi dan pengawas TPS dalam bentuk QR code.


Data lalu diagregasi dari setiap TPS ke kelurahan, kecamatan, hingga kabupaten/kota pada pemilihan wali kota/bupati, atau diteruskan ke tingkat provinsi untuk pemilihan gubernur.


Fritz menilai masih banyak daerah di level kecamatan yang belum ditunjang oleh infrastruktur internet yang baik. Alhasil, penggunaan Sirekap akan sangat berisiko.


"Kita harus melihat bahwa kondisi negara Indonesia masih bisa dapat kita temukan kecamatan-kecamatan yang tidak memiliki jaringan internet," kata dia.


"Oleh karena itu melalui forum ini Bawaslu meminta kepastian terkait dengan proses rekapitulasi manual yang disiapkan KPU dalam proses yang dilakukan berjenjang," imbuhnya.


Sebagai gantinya, Fritz meminta KPU menyiapkan alternatif penghitungan dan rekapitulasi hasil perolehan suara apabila Sirekap tidak dapat dipergunakan. Ia meminta agar KPU menyiapkan file Excel dan distribusi formulir segera dirampungkan mengingat proses pemungutan suara hanya tersisa lima hari.


"Bawaslu meyakini, harus ada ruang untuk rekapitulasi manual sebagai mitigasi antisipasi apabila Sirekap tidak berjalan," pungkas dia.

Halaman:

Tags

Terkini