kebijakan

FSGI: 5 Solusi Masalah PPDB Jakarta, Dari Tambah Kuota Zonasi hingga Menambah Siswa per Kelas

Senin, 29 Juni 2020 | 20:09 WIB
ppdb jakarta


(KLIKANGGARAN)--Ramainya perhatian publik terhadap persoalan pelaksanaan kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2020 di Provinsi DKI Jakarta, diawali dari implementasi Surat Keputusan Dinas Pendidikan DKI Jakarta No. 501 tentang Petunjuk Teknis PPDB DKI Jakarta untuk sekolah-sekolah negeri DKI.


Reaksi protes muncul dari para orang tua yang anaknya tak diterima di sekolah negeri akibat sistem teknis penerimaan siswa baru berdasarkan usia. Bukan berdasarkan prioritas jarak rumah calon peserta didik ke sekolah di zona yang sama berbasis kelurahan. Prioritas jarak rumah siswa dengan sekolah di satu zona ini merupakan perintah Pasal 25 Ayat 1 Permendikbud No. 44 Tahun 2019 tentang PPDB 2020.


Sebagai wujud protes atas SK Disdik DKI Jakarta tersebut, para orang tua bersama Komnas PA, perwakilan guru dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), dan aktivis mahasiswa dari BEM Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ikut berpartisipasi menyampaikan aspirasinya di depan kantor Kemdikbud, Senayan, Jakarta. Aksi unjuk rasa para orang tua, guru, dan mahasiswa ini dilakukan Senin, 29 Juni 2020 sejak pukul 10.00 WIB - 13.00 WIB.


Bagi FSGI, persoalan PPDB DKI Jakarta ini jangan sampai berlarut-larut, terus-menerus menyita perhatian dan energi publik. Sebab jika ini berkepanjangan tak ada jalan tengah sebagai win-win solution, maka para siswa calon peserta didik baru makin tertekan melihat pemberitaan di media, mereka makin cemas dan tak menutup kemungkinan depresi, sebab mimpi bersekolah di sekolah negeri akan kandas. Para calon siswa baru ini akan menjadi korban dari sistem pendaftaran yang dinilai diskriminatif dan berpotensi melanggar Permendikbud No. 44/2019.


"Maka dari itu, keikutsertaan FSGI bersama para orang tua dan elemen lainnya yang aksi di depan Kemdikbud adalah untuk menyuarakan agar Kemdikbud segera berkoordinasi, memanggil, dan mencari solusi jalan tengah dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Mengingat tahun ajaran baru dimulai 13 Juli 2020 yang tinggal 2 minggu ke depan." Demikian disampaikan Satriwan Salim (Wasekjen FSGI), yang ikut serta bersama beberapa guru dari Serikat Guru Jakarta (jaringan guru FSGI di Jakarta) Senin siang.


Satriwan yang juga guru SMA swasta di bilangan Jakarta Timur ini melanjutkan, Serikat Guru Indonesia Jakarta (SEGI Jakarta) dan FSGI menawarkan beberapa solusi, agar masalah ini tak terus-menerus menguras perhatian nasional, sebab sebenarnya persoalan laten PPDB juga terjadi di daerah lain, tak hanya Jakarta.


FSGI memberikan beberapa sikap dan rekomendasi:


Pertama, menurutnya, FSGI tidak setuju dengan wacana beberapa orang tua yang bersama Komnas PA, untuk membatalkan Juknis PPDB DKI Jakarta yang tertuang dalam SK Dinas Pendidikan No. 501/2020 tadi. Sebab jika dibatalkan, maka nasib 31.011 orang calon siswa yang sudah diterima jalur zonasi per Sabtu (27 Juni) di SMP negeri dan 12.684 orang calon siswa yang sudah diterima SMA negeri lewat jalur zonasi mau diapakan? Tentu fase yang sudah dilalui beberapa minggu lalu akan dinyatakan tak sah. Kembali ke tahapan awal lagi. Ditambah para siswa yang sudah diterima via jalur afirmasi dan jalur prestasi non akademik yang sudah lebih dulu dibuka untuk Jakarta, tak mungkin diulang kembali.


Tentu makin terlihat diskriminatif dan lebih ruwet persoalannya. Para orang tua calon siswa yang sudah diterima, pasti tak akan tinggal diam begitu saja. Keputusan ini akan memperkeruh keadaan. Menyelesaikan persoalan diskriminasi siswa dengan membuat diskriminasi baru. Tentu tidak bijak, berpotensi melahirkan konflik horizontal jika opsi ini dipilih.


Kedua, Dinas Pendidikan DKI Jakarta harap memperpanjang pendaftaran untuk jalur zonasi/jarak. Artinya para calon siswa yang kemarin tertolak oleh sistem karena usia muda, itu bisa mendaftar kembali di zona/kelurahan masing-masing. Ini jauh lebih adil dan proporsional. Ketimbang membiarkan atau menyerahkan calon siswa untuk masuk sekolah swasta, sebab tak semua orang tuanya mampu secara ekonomi.


Ketiga, menurut Fandy F. Hariansah (Pengurus Serikat Guru Jakarta) yang turut berorasi di depan Kemdikbud, Dinas Pendidikan DKI Jakarta mesti mendata dan memetakan kembali, berapa jumlah calon peserta didik baru yang ditolak karena usia di tiap zona yang ada di DKI Jakarta. Dan berapa jumlah SMP/SMA/SMK negeri di zona tersebut dan zona tetangga. Sebab merujuk Pasal 27 ada kewajiban Dinas Pendidikan untuk menyalurkan kelebihan calon peserta didik ke sekolah di zona tetangga atau zona setelahnya.


Keempat, opsi menambah calon siswa di tiap kelas (7 dan 10), misalkan 2-3 siswa akan menampung para siswa yang tertolak karena usia muda. Ini bisa jadi alternatif dan dampaknya tak akan terlalu besar bagi manajemen sekolah dan jam mengajar guru.


Kemudian opsi untuk membuka rombongan belajar (rombel) atau menambah kelas baru. Misalkan di suatu sekolah di satu zona. Untuk menerima calon pendaftar yang tertolak karena faktor kuota yang sudah penuh dan/atau faktor usia muda tadi. Tentu dilakukan dengan didasarkan pada pemetaan dan pendataan ulang. Pemprov DKI Jakarta bisa membukanya. Yang dilarang oleh Pasal 27 Ayat 6 Permendikbud No. 44/2019 adalah jika yang melakukan pembukaan rombel baru tersebut dilakukan oleh sekolah bukan Pemda. Berikut bunyi ayatnya: "Dalam pelaksanaan PPDB, sekolah yang diselenggarakan oleh Pemda tidak boleh menambah ruang kelas baru


Artinya ayat di atas adalah larangan bagi sekolah, bukan larangan bagi Pemerintah Daerah.

Halaman:

Tags

Terkini