KLIKANGGARAN – Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya diminta untuk segera mengambil sikap tegas terkait keterlibatan salah satu pengurus PBNU dalam perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Desakan ini datang dari Koordinator Aktivis Muda NU Jakarta, Dewa Micko, yang menyoroti peran KH Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur, sebagai anggota Dewan Komisaris PT Gag Nikel.
Menurut Dewa Micko, hingga kini PBNU seolah membisu soal aktivitas pertambangan di Pulau Gag, Raja Ampat, yang disebut berpotensi merusak lingkungan.
Ia menduga diamnya PBNU disebabkan oleh keterlibatan langsung Gus Fahrur dalam perusahaan tersebut.
"Benar-benar aneh, sampai sekarang PBNU tidak berani mengkritisi kerusakan lingkungan di Raja Ampat karena seorang pengurusnya menjabat sebagai komisaris di PT Gag Nikel," ujar Dewa dalam keterangannya.
Ia juga menilai bahwa jabatan tersebut telah mencoreng nama baik PBNU.
"Seharusnya Gus Yahya mengambil tindakan tegas, misalnya memecat Gus Fahrur dari kepengurusan. Seorang kiai tugasnya berdakwah, bukan main tambang. Ini justru meninggalkan umat demi mengejar keuntungan materi," tambah Dewa Micko.
Diketahui, selain menjadi Ketua Tanfidziyah PBNU 2022–2027, Gus Fahrur juga menjabat sebagai Komisaris di BUMD PT Panca Wira Usaha Jawa Timur, aktif di Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Yayasan IAI Al-Qolam Malang.
Menanggapi polemik tersebut, kepada Kompas.com, Gus Fahrur pun buka suara. Ia menegaskan bahwa pertambangan nikel di Pulau Gag dilakukan secara legal dan telah mendapat izin usaha pertambangan (IUP) sejak 2017.
Ia juga menyebut bahwa Pulau Gag bukanlah destinasi wisata seperti Piaynemo, yang kerap disandingkan secara tidak akurat dalam narasi di media sosial.
“Banyak foto editan yang menyandingkan pemandangan Piaynemo dengan aktivitas tambang di Pulau Gag, sehingga menimbulkan kesan keliru seolah tambang berada di kawasan wisata,” jelasnya, Senin (9/6/2025).
Ia menambahkan, Piaynemo merupakan kawasan karst berbatu gamping yang secara geologi tidak memiliki kandungan nikel.
Sebaliknya, nikel hanya ditemukan pada batuan ultrabasa seperti laterit atau peridotit, seperti yang ada di Pulau Gag.
“Artinya, secara ilmiah, wilayah seperti Piaynemo tidak memiliki potensi nikel dan tidak mungkin untuk ditambang,” ujarnya.