KLIKANGGARAN -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengapresiasi keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Medan yang menyatakan enam pegawai negeri terbukti melanggar netralitas ASN. Mereka adalah Kabid SMP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan, Andy Yudistira, dan lima orang lainnya.
Bawaslu menemukan pelanggaran atas sejumlah aturan dalam kasus ini, antara lain UU Pemilu, Peraturan KPU, UU ASN, dan Peraturan Pemerintah tentang PNS. Setidaknya ada empat aturan yang dilanggar.
Enam pegawai negeri yang dimaksud adalah Andy Yudistira (Kabid SMP Disdik Kota Medan), Sriyanta (Pengawas SD Disdik Kota Medan), Ermansyah Lubis (Kepala SD), Nardi Pasaribu (Kepala SD), Fennaldy Heryanto (Guru SD), dan Lambok Tamba (Kepala SD).
Sebelumnya, video Andy Yudistira diduga mengajak kepala sekolah memilih Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024 viral di media sosial. Dia terlihat memberi arahan pada rapat PGRI Medan tentang rekrutmen PPPK. Andy menyebut Prabowo masih berkuasa sebagai Menhan RI dan Gibran adalah putra Presiden Jokowi.
FSGI mengapresiasi keputusan Bawaslu Medan soal pelanggaran netralitas ASN ini. Mereka mendorong Komisi ASN segera mengeksekusi sanksi administratif terhadap keenam pegawai negeri tersebut sesuai rekomendasi Bawaslu.
Keterlibatan pejabat yang sekaligus pengurus organisasi profesi guru dalam kasus ini menunjukkan bahwa ketentuan dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, khususnya pasal terkait organisasi profesi guru seharusnya dipatuhi, diantaranya ketentuan bahwa organisasi guru harus diurus oleh guru (aktif), bukan pensiunan guru, dosen apalagi pejabat dinas pendidikan atau pejabat lain di pemerintah daerah.
Kalau pejabat jadi pengurus organisasi guru, maka ucapannya adalah perintah wajib bagi para guru yang notabe juga anggota sekaligus bawahannya, relasi kuasanya menjadi sangat kuat. Relasi kuasa inilah yang bisa dipergunakan pejabat yang bersangkutan untuk memobilasi suara guru dan keluarganya saat Pilpres atau pemilihan kepala daerah, Pilgub/Pilbup/Pilwali.
Terjadi Mobilisasi Guru Dukung Pemenangan Prabowo/Gibran
Kasus mobilisasi guru-guru untuk memilih atau mendeklarisikan capres/cawapres nomor 2 (Prabowo/Gibran) tak hanya terjadi di Medan, namun juga terjadi disejumlah daerah, diantaranya di Bandung, Surakarta, dan Demak.
Dari penelusuran berita di media massa, ada setidaknya 3 kasus mobilasi yang melibatkan pendidik, tenaga kependidikan, dan pengurus yayasan pendidikan. Ketiga kasus mobilisasi tersebut, yaitu :
Pada 1 Januari 2024, di Demak ratusan guru swasta dari jenjang SD sampai SMA/SMK sederajat menyatakan dukungan untuk pasangan Prabowo/Gibran dalam Pemilihan Presiden 2024, mereka terdiri dari para guru swasta, para ustdad dan ustazah yang tergabung dalam lembaga pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU).
Pada 27 Januari 2024, di Bandung, ribuan guru swasta deklarasi dukung Prabowo/Gibran menang satu putaran. Deklrasi ini dihadiri tak hanya guru honorer di sekolah swasta, tetapi juga ketua yayasan, millineal hingga pemilih pemula. Pada 28 Januari 2024, di Surakarta, diklaim ada ribuan guru ngaji mendukung Prabowo Gibran, dimana dukungan tersebut disampaikan ke Relawan Pandawa Lima.
Meskipun dalam ketiga kasus tersebut mungkin tidak dilakukan oleh ASN, namun ketiga peristiwa tersebut menunjukkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan rentan dimobilisasi oleh pihak yang berkepentingan. Ketika pendidik sudah di mobilasasi, maka kemungkinan besar yang bersangkutan dapat mempengaruhi keluarganya bahkan para peserta didiknya. Guru dan sekolah memang seksi dan jadi rebutan suara para peserta pemilu untuk meraih suara, ibarat mendayung 2-3 pulau terlampaui.
Dalam rangka pemilihan umum serentak 2024, terutama pemilihan Presiden/wapres maka FSGI menyerukan untuk :