Ubaidullah bin Abdillah berkata:
رَأَيْتُ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ مُضْطَجِعًا عَلَى بَابِ حُجْرَتِهِ رَافِعًا عَقِيرَتَهُ يَتَغَنَّى
Aku melihat Usamah bin Zaid sedang bersandar di pintu kamarnya, dia meninggikan suaranya sambil bernyanyi. (Ibid, semua perawinya tsiqah dan shaduq (jujur) )
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:
وَالْغِنَاءُ مَا هُوَ إِلَّا كَلَامٌ حَسْنُهُ حَسَنٌ وَقَبِيحُهُ قَبِيحٌ، فَإِذَا عَرَضَ لَهُ مَا يُخْرِجُهُ عَنْ دَائِرَةِ الْحَلَالِ كَأَنْ يُهَيجَ الشَّهْوَةَ أَوْ يَدْعُوَ إِلَى فِسْقٍ أَوْ يُنَبِّهَ إِلَى الشَّرِّ أَوْ اتَّخَذَ مُلْهَاةً عَنْ الطَّاعَاتِ، كَانَ غَيْرَ حَلَالٍ. فَهُوَ حَلَالٌ فِي ذَاتِهِ وَإِنَّمَا عَرَضَ مَا يُخْرِجُهُ عَنْ دَائِرَةِ الْحَلَالِ.وَعَلَى هَذَا تُحْمَلُ أَحَادِيثُ النَّهْيِ عَنْهُ.
Nyanyian tidak lain tidak bukan adalah ucapan; jika baik maka dia baik, jika buruk maka dia buruk. Jika nyanyian diarahkan untuk keluar dari lingkup kehalalan, seperti membangkitkan syahwat, atau ajakan kepada kefasikan, atau menyadarkan kepada keburukan, atau menjadikannya lalai dari ketaatan, maka itu tidak halal. Maka, dia halal secara dzatnya, hanya saja ada yang diarahkan untuk keluar dari lingkup kehalalan. Yang demikian itulah maksud dari hadits-hadits yang melarangnya. (Fiqhus Sunnah, jilid. 3, hal. 56)
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah berkata:
الْأَنَاشِيدُ تَخْتَلِفُ فَإِذَاكَانَتْ سَلِيمَةً لَيْسَ فِيهَا إِلَّا الدَّعْوَةُ إِلَى الْخَيْرِ وَالتَّذْكِيرُ بِالْخَيْرِ وَطَاعَةِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالدَّعْوَةِ إِلَى حِمَايَةِ الْأَوْطَانِ مِنْ كَيْدِ الْأَعْدَاءِ وَالِاسْتِعْدَادِ لِلْأَعْدَا، ونَحْوِ ذَلِك ، فَلَيْسَ فِيْهَا شَيْء . أَمَّا إِذَا كَانَ فِيهَا غَيْرُ ذَلِكَ مِنْ دَعْوَةٍ إِلَى الْمَعَاصِي وَاخْتِلَاطِ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ أَوْ تَكْشُّفِهِنَّ عِنْدَهُمْ أَوْ أَيَّ فَسَادٍ كَانَ فَلَا يَجُوزُ اسْتِمَاعُهَا .[ رَاجِعْ هَذِهِ الْفَتْوَى فِي شَرِيطِ أَسْئِلَةٍ وَ أَجْوِبَةُ الْجَامِعِ الْكَبِيرِ ، رَقْمُ : 90 / أ
“(Hukum) Nasyid itu berbeda-beda.
Jika nasyid tersebut benar, tidak ada di dalamnya kecuali ajakan pada kebaikan dan peringatan pada kebaikan dan ketaatan kepada Allah dan RasulNya, serta ajakan kepada pembelaan kepada tanah air dari tipu daya musuh, dan menyiapkan diri melawan musuh, dan yang semisalnya, maka tidak apa-apa. Ada pun jika di dalam nasyid tidak seperti itu, berupa ajakan kepada maksiat, campur baur antara laki-laki dan wanita, atau para wanita membuka auratnya, atau kerusakan apa pun, maka tidak boleh mendengarkannya.” (Lihat fatwa ini dalam kaset tanya jawab, Al Jami’ Al Kabir, no. 90/side. A)
Syaikh Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah mengatakan:
وأقول: إن الأغاني الوطنية أو الداعية إلى فضيلة، أو جهاد، لا مانع منها، بشرط عدم الاختلاط، وستر أجزاء المرأة ما عدا الوجه والكفين. وأما الأغاني المحرضة على الرذيلة فلا شك في حرمتها
ِAku katakan: bahwa lagu-lagu kebangsaan atau lagu yang mengajak kepada keutamaan, atau jihad, tidaklah terlarang, dengan syarat tidak ada ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), dan kaum wanita menutup tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Ada pun lagu-lagu yang mendorong kejelekan maka tidak ragu lagi keharamannya.
(Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, jilid. 4, hal. 2666)
Demikian. Wallahu a'lam.
Apabila artkel ini menarik, mohon bantuan untuk mensharekannya kepada teman-teman Anda, terima kasih.
Artikel Terkait
Benarkah Orang Yang Sudah Wafat Tahu Apa Yang Dilakukan Saudara dan Keluarganya Yang Masih Hidup?
Ada Tidak sih Bimbel di Korea atau Jepang? Atau Hanya Ada di Indonesia? Simak Penjelasan Berikut Yuk
Resep Singkong Beku Siap Goreng, Bisa Juga untuk Bisnis Rumahan, Lho
Bogor: Bukan Hanya Iwan Simatupang, tetapi Juga Umar Machdam
Imam Lupa Duduk Tasyahud Awal, Makmumnya Harus Bagaimana?
Bolehkah Berdoa setelah Membaca Al Fatihah di Dalam Salat? Simak Penjelasannya