Menurut Pengamat, Konflik di Partai Hanura Dapat Rugikan Paslon Pilkada 2018 yang Diusung

photo author
- Jumat, 19 Januari 2018 | 06:19 WIB
images_berita_2018_Jan_01h
images_berita_2018_Jan_01h

Jakarta, Klikanggaran.com (19-01-2018) - Partai Hanura bergerak cepat menyelenggarakan Munaslub sebagai upaya menyelesaikan konflik internal partai. Harapan menyelesaikan konfilk internal tampaknya tidak mudah diwujudkan. Sekalipun Munaslub sudah memutuskan dan menetapkan Marsekal Madya (Purn) Daryatmo sebagai Ketua Umum Partai Hanura, namun menurut OSO, ia tetap sah sebagai Ketua Umum. Bahkan, OSO menunjukkan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang restrukturisasi, reposisi, dan revitalisasi pengurus DPP Partai Hanura masa bakti 2015-2020 dengan nomor M.HH-01.AH.11.01 tahun 2018. Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif, EmrusCorner, Emrus Sihombing, pada Klikanggaran.com, Jumat (19/01/2018).

Menurutnya, memang beberapa pekan terakhir ini Hanura terguncang oleh persoalan internal partai. Arus politik pemilik hak suara sangat deras menyuarakan menggantikan Ketum Hanura. Ujungnya, Munaslub terselengggara dan memutuskan pergantian Ketum dari OSO kepada Daryatmo. Bahkan sebuah media online memuat sikap Wiranto bahwa Munaslub Hanura dan pemecatan Oso tak terhindarkan. Pandangan Wiranto ini menunjukkan ketidaksetujuannya kepada gaya kepemimpinan OSO di Hanura, dan sekaligus menunjukkan sikap politiknya memberikan dukungan terhadap terjadinya Munaslub dan hasilnya.

Selain itu, lanjut Emrus, realitas politik tersebut menunjukkan bahwa Hanura mengikuti tiga “saudara” tuanya yang “kapalnya” pernah terbelah dengan dua nakoda, seperti yang dialami oleh PDI ketika masa Orde Baru, kemudian terjadi pada Golkar dan PPP di era reformasi ini. 

"Itulah, sering saya sebut di berbagai media, bahwa elite partai kita di Indonseia belum matang dan masih sangat rentan perpecahan, baik penyebabnya dari internal maupun dari eksternal. Karena itulah, amat sulit bagi publik percaya bahwa partai-partai di Indonesia mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sebab, mengurusi dirinya saja pun sudah terseok-seok. Belum lagi partai berorientasi politik prakmatis seperti yang diperlihatkan dalam penyusunan paslon Pilkada 2018. Masih menyedihkan," jelas Emrus.

Bahkan, tambah Emrus, rakyat tampaknya dipaksa menerima apapun yang diputuskan oleh partai terkait dengan kerja demokrasi dari partai. Misalnya, partai menyodorkan paslon pada Pilkada yang namanya pernah disebut terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi di KPK, dan bahkan ada balon sebagai peserta pilkada yang pernah menjalani pidana, sehingga moral politik bukanlah menjadi kompas penunjuk jalan berpolitik oleh partai.

"Kembali melihat realitas politik yang sedang terjadi di internal Hanura tersebut, suka tidak suka kini Hanura memiliki dua nakoda yaitu OSO dengan landasan Surat Keputusan Menkumham dan Daryatmo yang berpijak pada keputusan Munaslub. Tentu kedua pimpinan ini sama-sama bisa membangun argumentasi bahwa mereka memiliki landasan rasional dan formal. Dengan kata lain, kini Hanura memiliki dua nakoda yang memegang kemudi dan menggunakan kompas petunjuk yang berbeda yaitu OSO dan Daryatmo di dalam kapal yang sama. Karena itu, sangat wajar muncul pertanyaan, apa yang terjadi kelak kepada Hanura? Atau mungkin saja bisa terjadi intervesni kekuatan politik dari luar partai," tuturnya lagi.

Menurut Emrus, besar kemungkinan bisa berujung melalui proses peradilan. Dengan demikian, penyelesaian konflik internal di partai ini bisa berkepanjangan. Jika ini yang terjadi, yang paling dirugikan adalah paslon Pilkada 2018 yang diusung dan didukung Hanura, karena bisa jadi mesin politik partai ini di daerah berpontensi pecah pada kerja politik Pilkada 2018 dan sekaligus bisa berdampak pada pencalonan Caleg dan Capres - Cawapres pada Pemilu 2019.

"Untuk itu, menurut hemat saya, para elit politik Hanura harus secepatnya bertemu untuk melakukan komunikasi politik dan dialog untuk menemukan kompropmi politik yang terbaik bagi Hanura sebagai partai politik dan bagi para kader, utamanya yang ikut bertarung pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019," tutupnya.

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Heryanto

Tags

Rekomendasi

Terkini

X