Jakarta, Klikanggaran.com - Penetapan status tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama terhadap Basuki Tjahaja Purnama dinilai tidak akan terlalu berpegaruh terhadap elektabilitas Gubernur Petahana DKI Jakarta ini. Hal tersebut diungkapkan Koordinator Jakarta Hebat, Fauzan Luthsa. Menurutnya, saat ini masyarakat justru semakin menyadari siapa yang berada di balik aksi-aksi penolakan atas pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.
"Pilkada adalah soal memilih pemimpin yang cakap mengatur kota dan melayani masyarakat. Saat ini situasi kita malah seperti di Banglades, India, dan Pakistan, yang pesta demokrasinya diwarnai isu agama. Kita mundur ke belakang," ujar mantan aktivis '98 ini.
Ia secara terang-terangan menuding pidato mantan presiden ke-6, SBY, memberikan kontribusi signifikan atas panasnya eskalasi politik nasional yang bertujuan melenyapkan rival utama anaknya, Agus Yudhoyono, yang juga maju dalam Pilkada DKI Jakarta.
"Sayang kepada anak bukan berarti harus menjerumuskan republik ini dalam perpecahan. Itu berarti mendahulukan kepentingan dinasti di atas kepentingan negara," sindirnya.
Fauzan melanjutkan, langkah safari Presiden Jokowi ke berbagai elemen bangsa patut diapresiasi. Kunjungan presiden dinilai telah memotong akses dukungan terhadap SBY dan kelompok radikal.
"Sekarang kita lihat, siapa yang tersudut dan dukungan yang dimilikinya telah rontok satu per satu," sambungnya.
Namun, Koordinator Jakarta Hebat ini menyayangkan elite politik pendukung presiden, karena saat ini seolah-olah Presiden Jokowi sendirian dalam menggalang dukungan.
"Dukungan paling kuat justru diperlihatkan oleh TNI dan Polri yang senapas dengan langkah yang diambil presiden. Presiden, TNI, dan Polri memiliki pandangan yang sama, bahwa saat ini republik tengah mengalami rongrongan. Yang mengagetkan adalah sikap relawan-relawan presiden yang telah mendapatkan posisi, namun hanya memperlihatkan dukungan ala kadarnya. Dukungan kuat justru diperlihatkan oleh para relawan presiden yang selama ini tidak berada dalam lingkaran kekuasaan. Mereka mendukung presiden secara senyap," sambungnya.
Safari dukungan presiden dinilainya ibarat telah berhasil memisahkan minyak dengan air, "antara elemen masyarakat yang murni ikut aksi 4 November dengan para penumpang gelapnya", kini sudah berhasil dipisahkan.
Mantan aktivis '98 ini menambahkan, sebaiknya SBY berhenti melakukan provokasi politik baik secara senyap maupun terang-terangan sepeti pidatonya pada 2 November lalu.
"Ingat, kenegarawanan seorang negarawan diuji saat anaknya ikut Pilkada. Ini soal politik lokal, biarkanlah Agus bertanding secara fair. Hal ini akan memperlihatkan sikap kenegarawanan presiden ke-6 kita," tutupnya.