politik

JPPR : Antisipasi Kecurangan di Masa Menjelang Pemungutan Suara

Minggu, 24 Juni 2018 | 05:54 WIB
images_berita_2018_Jun_IMG-20180624-WA0012

Jakarta, Klikanggaran.com (24-06-2018) - Rabu, 27 Juni 2018 menjadi puncak pelaksanaan Pilkada serentak. Sisa waktu menuju hari pemungutan suara, terdapat peristiwa dan tahapan Pilkada yang sangat perlu diantisipasi. Di antaranya adalah rapat umum dengan massa yang banyak serta masa tenang yang justru seringkali menjadi periode mempengaruhi pemilih yang sesungguhnya.

Rapat umum sendiri menjadi pertemuan terbuka untuk penyampaian visi misi dan program dengan jumlah peserta yang sudah dibatasi. Di tempat publik, pertemuan antara pendukung pasangan calon atau dengan saksi lainnya sangat perlu diantisipasi. Karena pada akhir masa kampanye, masing-masing pasangan calon, pendukung, serta kelompok masyarakat akan berusaha menunjukkan kekuatannya masing-masing.

Adapun masa tenang menjadi waktu di mana masyarakat pemilih mempelajari semua informasi terkait latar belakang pasangan calon, membandingkan, dan menentukan pilihan. Catatan atas empat bulan mendengar dan menyaksikan gagasan membangun daerah dari pasangan calon dicermati dalam masa tenang untuk kemudian menentukan pilihan pribadinya. Namun, seringkali masa tenang justru menjadi masa dari praktik kampanye yang sesungguhnya.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), Sunanto, mengatakan, di masa-masa tersebut akan terjadi peningkatan suhu politik di masyarakat pemilih akibat dari persaingan intensif dari pasangan calon dan pendukungnya.

"Di sini akan muncul potensi tindakan pelanggaran Pilkada yang meninggi," ungkap pria yang akrab disapa Cak Nanto dalam keterangan tertulisnya.

Sementara, mendekati hari pelaksanaan pemungutan suara, dirinya menyebutkan ada beberapa potensi kecurangan yang sering terjadi.

"Mendekati pelaksanaan hari pemungutan suara. Di antara potensi pelanggaran tersebut adalah ujaran kebencian, logistik pemungutan suara bermasalah, masih adanya alat peraga kampanye yang terpasang, politik uang, dan jaminan hak pilih, serta dana kampanye," tuturnya.

Pada masing-masing potensi pelanggaran tersebut, Cak Nanto menjelaskan sebagai  berikut :

Pertama, ucapan intimidatif, ujaran kebencian, dan saling serang dengan materi pemberitaan bohong (hoax) sering terjadi menjelang pemilihan. Dengan menggunakan teknologi informasi dan media sosial, materi kampanye negatif tanpa sumber menyebar tanpa filter. Kecepatan penyebaran informasi sama cepat dengan tingkat potensi kepercayaan pembacanya. Penyebaran kampanye negatif tersebut sama sekali tak dapat diantisipasi, apalagi ditindak oleh Bawaslu beserta jajarannya secara langsung. Instrumen pengawasan yang disediakan kurang cukup mampu mengimbangi kecepatan penyebaran kampanye negatif tersebut, perlu banyak pihak yang harus diajak bekerja sama.

Kedua, dalam logistik pemungutan suara bermasalah, seluruh alat dan bahan pendukung pemungutan suara disiapkan menjelang hari pemungutan suara. Dengan letak geografis yang berbeda, KPU perlu memastikan bahwa logistik pemungutan suara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat kualitas.

Ketiga, bahan dan alat peraga kampanye yang masih ada. Seluruh alat peraga dan bahan kampanye milik pasangan calon baik yang resmi ataupun yang tidak resmi sepatutnya sudah dibersihkan saat masa tenang. Kondisi ini untuk semakin membuat masyarakat pemilih nyaman dan menjamin kebersihan dan keindahan kawasan Pilkada. Jika pada masa kampanye alat peraga kampanye masih berada dalam tempat publik maka akan menimbulkan potensi saling tuduh antar pendukung pasangan calon terhadap proses pembersihan alat peraga kampanye tersebut. KPU, Bawaslu dan Aparat Pemerintah harus memastikan kerjasama yang koordinatif untuk membersihkan semua alat peraga kampanye. Mengembalikan kondisi ruang publik seperti sediakala.

Keempat, politik uang. Dalam tensi perebutan suara pemilih yang cukup tinggi, proses politik transaksional baik pemberian uang atau barang dalam banyak modus bisa terjadi. Dari yang paling sederhana yaitu pemberian uang dan barang hingga yang terselubung misalnya pemberian pulsa, pemberian fasilitas, pemberian barang publik dan sejenisnya.

Semakin mendekati hari pemungutan, cara mempengaruhi pilihan masyarakat semakin beragam. Cara paling primitif dalam mempengaruhi pemilih adalah dengan cara memberi uang dan atau barang untuk mempengaruhi pilihan masyarakat. Semakin tinggi tensi persaingan, praktik transaksional semakin kuat.

Kelima, Jaminan hak pilih. Tujuan untuk memperbaiki sistem administrasi kependudukan melalui daftar Pilkada menimbulkan potensi kehilangan hak pilih. Penggunaan E-KTP sebagai syarat memilih dan Surat Keterangan bagi pemilih Non-KTP Elektronik membedakan pola pemutakhiran data dan proses pemungutan suara.

Halaman:

Terkini