politik

Independensi Timsel KPU & Bawaslu Diragukan

Sabtu, 10 September 2016 | 15:20 WIB
images_berita_Ags16_1-KPU-1

Jakarta, Klikanggaran.com - Penunjukan 11 orang Tim Seleksi (Timsel) calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu periode 2017-2022 oleh Presiden melalui Kepres nomor 98 tahun 2016 yang dikeluarkan per tanggal 2 September 2016 menurut Adhe Musa Said, Koordinator Nasional Jaringan Alumni Muda PMII, yang juga Ketua Pimpinan Pusat GP Ansor, lebih didorong oleh kepentingan istana.

Orang-orang yang duduk menjadi Timsel adalah wajah-wajah lama dan yang selama ini lebih membela pemerintahan daripada rakyat. Artinya, tidak ada cek and balance, tidak ada perimbangan informasi yang nantinya akan menjadi dasar dari seleksi yang dilakukan. Dan, dikhawatirkan tidak ada asas keadilan kebijakan yang akan dikeluarkan, ditakutkan juga ada keberpihakan Timsel hanya akan memilih orang-orang yang selama ini pro dan mendukung Pemerintahan Presiden Jokowi.

 

“Presiden harus melihat kepentingan besar Bangsa Indonesia, bukan hanya sekelompok orang yang akan mendukungnya tanpa mempertimbangkan kepentingan yang lebih luas,” kata Adhe pada klikanggaran, Sabtu (10/9/2016).

Apa yang dikatakan oleh Adhe ini senada dengan pendapat Ketua Majelis Nasional Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Standarkia Latief, yang mengatakan bahwa pola rekrutmen tertutup yang dilakukan dalam proses penunjukan anggota Timsel merupakan upaya pembusukan politik.

“Jangan heran bila sengketa Pilkada yang kerap terjadi tidak jelas penindakannya. Sebab, kerusakan sistemnya sudah terjadi sejak pembentukan Timsel komisioner KPU,” kata Latief pada media.

Dari sisi komposisi, menurut Adhe terlihat hanya diisi oleh orang-orang yang tidak punya peran signifikan di masyarakat. Seharusnya presiden mempertimbangkan unsur tokoh masyarakat, dari organisasi kemasyarakatan juga, yang selama ini ikut menjaga keberlangsungan demokrasi yang ada di Indonesia.

“Jangan asal comot, karena suka atau tidak suka, ini bukan sekedar Panitia Timsel, tapi soal kepentingan bangsa yang jauh lebih besar,” cetusnya.

Bisa dipastikan oleh Adhe, bahwa kelak Timsel juga akan memilih orang-orang yang nantinya bisa berpihak pada pemerintah dan menguntungkan kelompok yang berkuasa saja.

“Saya berharap Pak Presiden Jokowi tidak ceroboh lagi seperti pengalaman memilih menteri yang tidak selektif dan kecolongan. Sekali lagi, presiden harus mempertimbangkan ulang Timsel yang sudah dibentuk. Keterwakilan tokoh masyarakat sangat dipentingkan, sebagai pihak yang memahami kondisi dan psikologis Rakyat Indonesia saat ini,” tegas Adhe.

Timsel kali ini diprediksi akan berimbas buruk terhadap kinerja lembaga. Uchok Sky Khadafi (CBA) tak kalah tajam menyoroti hal ini. Dia mengajak kita untuk melihat bagaimana kinerja KPK saat ini, usai Pansel memilih 5 pimpinan baru. Menurutnya, hal tersebut juga akan terjadi di internal KPU nantinya.

“Saya gak happy banget sebetulnya. Pansel ini betul-betul kayak KPK. Apa yang terjadi dengan KPK? Mandul. KPK mandul, gak bisa ngapa-ngapain. Ada kreatifitas, impoten,” tandas Uchok di tengah acara diskusi, di Jakarta, Sabtu (10/9/2016).

Uchok dalam acara diskusi tersebut juga menyesalkan sikap Jokowi yang tidak memasukkan nama anggota KPU yang sekarang masih menjabat. Padahal, pengalaman orang-orang itu sangat diperlukan untuk melihat mana calon yang dianggap punya kemampuan untuk menduduki jabatan komisioner KPU, dan mana yang tidak. Menurut Uchok, seharusnya sebagai seorang negarawan, memilih Pansel bukan hanya dari bagian Jokowi-nya saja, tapi juga dari yang anti Jokowi. Agar tesis dan antesis hasil yang diperoleh nantinya.

Timsel, seperti dikatakan oleh Adhe, akan menjadi ukuran sejauh mana hasil dan kinerjanya bisa dipertanggungjawabkan. Timsel itu memilih orang yang paham Pemilu, paham demokrasi, bukan Timsel-nya yang akan menjadi penyelenggara Pemilu-nya. Ini seolah-olah presiden sudah memilih Anggota KPU dan Bawaslu.

Halaman:

Tags

Terkini