(KLIKANGGARAN) – Mahkamah Konstitusi (MK) menerima gugatan dari dua warga, Lita Linggayani Gading dan Syamsul Jahidin, terkait aturan uang pensiun seumur hidup bagi anggota DPR RI.
Permohonan uji materi tersebut teregistrasi dengan nomor perkara 176/PUU-XXIII/2025 pada 30 September 2025.
Kedua pemohon meminta agar fasilitas pensiun seumur hidup yang diberikan kepada anggota DPR dihapuskan.
Dalam aturan yang termuat pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 pasal 1 a, pasal 1 f, serta pasal 12, disebutkan bahwa anggota DPR tetap berhak menerima uang pensiun meski hanya menjabat selama satu periode atau lima tahun.
Lita dan Syamsul menilai kebijakan tersebut tidak adil karena uang pensiun dibiayai dari pajak masyarakat.
Bahkan, dana pensiun itu bisa diwariskan, sementara rakyat biasa harus menempuh syarat jauh lebih panjang melalui BPJS Ketenagakerjaan atau program pensiun lain dengan masa kerja 10–35 tahun.
Selain uang pensiun, anggota DPR juga mendapat Tunjangan Hari Tua (THT) sebesar Rp15 juta yang diberikan sekali saat selesai menjabat.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa legislatif hanya menjalankan aturan yang berlaku.
“Ya sebenarnya kalau anggota DPR itu kan hanya mengikuti karena itu produk undang-undang yang sudah ada sejak beberapa waktu yang lalu,” ujarnya di Kompleks DPR, Jakarta, Rabu, 1 Oktober 2025.
“Apa pun itu, kami akan tunduk dan patuh pada, apa namanya, putusan Mahkamah Konstitusi, apa pun yang diputuskan, kita akan ikut,” tegas Dasco.
Baca Juga: IPC TPK Tegaskan Komitmen Anti Gratifikasi
Sementara itu, Ketua DPR RI, Puan Maharani, juga memberikan tanggapan. Ia menekankan bahwa semua kebijakan harus mengacu pada regulasi yang berlaku.
“Kami hargai aspirasi, tetapi semuanya itu ada aturannya, lihat dahulu aturannya,” ucap Puan di Senayan, Jakarta, Kamis, 2 Oktober 2025.